Ayo Sinau...!!!

Selasa, 24 Mei 2016

Makalah al-Quran dan IPTEK: Shadaqah/ Beramal Perspektif Islam & Iptek

SHADAQAH/ BERAMAL PERSPEKTIF ISLAM & IPTEK

Oleh: Tomy Muhlisin Ahmad




I.         PENDAHULUAN
Harta merupakan titipan Allah SWT yang pada hakekatnya hanya dititipkan kepada kita sebagai manusia ciptaan-Nya. Konsekuensi manusia terhadap segala bentuk titipan yang dibebankan kepadanya mempunyai aturan-aturan Tuhan, baik dalam pengembangan maupun dalam penggunaan.
Terdapat kewajiban yang dibebankan pada pemiliknya untuk mengeluarkan zakat untuk kesejahteraan masyarakat, dan ada ibadah amaliyah sunnah yakni shadaqah dan infaq. Karena pada hakekatnya segala harta yang dimiliki manusia adalah titipan Allah SWT, maka setiap kita manusia wajib melaksanakan segala perintah Allah mengenai hartanya.
II.      RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimanakah Shadaqoh dalam Perspektif Islam?
B.     Bagaimanakah Shadaqah dalam Perspektif IPTEK?
C.     Bagaimanakah Korelasi antara Shadaqah dan IPTEK?

III.   PEMBAHASAN
A.    Shodaqah dalam Perspektif Islam
Sedekah secara umum adalah pemberian sebuah barang atau apapun kepada orang lain dengan benar-benar mengharap keridhoan Allah SWT.[1] Dalam pengertian kamus Arab Indonesia mengenai sedekah H. Mahmud Yunus menulis sedekah berasal dari kata ”shadaqa-yashduqu-shadaqatan” yang artinya memberikan sedekah dengan sesuatu.[2]
Shadaqah berasal dari kata shadaqa yang berarti ’benar’. Orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya.[3] Menurut terminologi syariat, pengertian sedekah sama dengan pengertian infak, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Infak hanya berkaitan dengan materi sedangkan sedekah memiliki arti luas, menyangkut hal yang bersifat nonmaterial.
Sedekah dalam pengertian bukan zakat sangat dianjurkan dalam Islam dan sangat baik dilakukan tiap saat. Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang menganjurkan kaum muslimin untuk senantiasa memberikan sedekah. Diantaranya adalah:
مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاءُ وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ -٢٦١-  

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir; seratus biji Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (Q.S. Al-Baqarah: 261)
Menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an I, bahwa ayat ini tidak dimulai dengan mewajibkan ataupun menugaskan, namun hanya anjuran dan memberikan rangsangan atau pengaruh. Metode seperti ini sangat efektif untuk membangkitkan perasaan dan menimbulkan kesan-kesan yang hidup didalam jiwa manusia. Jadi harta yang disedekahkan akan berkembang dan memberikan keberkahan kepada pemiliknya.[4]
Adapun di ayat lain disebutkan:
إِن تُبْدُواْ الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاء فَهُوَ خَيْرٌ لُّكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّئَاتِكُمْ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ -٢٧١-
 Artinya :Jika kamu Menampakkan sedekah(mu), Maka itu adalah baik sekali. dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, Maka Menyembunyikan itu lebih baik bagimu. dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah:271).
Dalam ayat ini, maksud kata menampakkan sedekah dengan tujuan supaya dicontoh orang lain. Menyembunyikan sedekah itu lebih baik dari menampakkannya, Karena menampakkan itu dapat menimbulkan riya pada diri si pemberi dan dapat pula menyakitkan hati orang yang diberi.
Islam menganjurkan pengikutnya untuk bersedekah dalam berbagai bentuk, diantaranya:
قَوْلٌ مَّعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِّن صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى وَاللّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ -٢٦٣-
Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (Q.S Al-Baqarah: 263)
Menurut Sayyid Quthb dalam tafsir Fi Zhilalil-Qur’an I, bahwa perkataan yang baik ini adalah perkataan baik yang dapat membalut luka dihati dan mengisinya dengan kerelaan dan kesenangan. Sedangkan pemberian maaf yang baik adalah yang dapat mencuci dendam dan kebencian didalam jiwa, dan menggantinya dengan persaudaraan dan persahabatan. Jadi perkataan yang baik dan pemberian maaf yang baik dalam kondisi seperti itu akan dapat menunaikan fungsi sedekah, yaitu membersihkan hati dan menjinakkan jiwa.[5]
Ayat diatas menjelaskan bahwa perkataan yang baik dan pemberian maaf yang baik itu merupakan bentuk sedekah, dan keduanya lebih baik dari pada memberi sedekah berupa materi namun diiringi dengan perkataan yang dapat menyinggung ataupun menyakiti perasaan si penerima.
يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ -٢٧٦-  
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”(Q.S Al-Baqarah: 276)
Dalam ayat diatas yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. Sedangkan yang dimaksud dengan menyuburkan shadaqah ialah mengembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya, dan selalu berbuat dosa maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya.
Shadaqah terbagi menjadi dua bentuk, yang bersifat tangible atau material atau fisik, dan yang bersifat intangible atau non fisik. Didalam sedekah yang bersifat tangible terdapat dua jenis sedekah diantaranya yang bersifat wajib seperti zakat fitrah maupun maal, dan sedekah yang bersifat sunnah (shadaqah jariyah). Sedangkan yang bersifat intangible meliputi lima macam, yaitu:[6]
 pertama: tasbih, tahlil, tahmid dan takbir. Kedua: berasal dari badan berupa senyum, tenaga untuk bekerja dan membuang duri dari jalan dan lain-lain. Ketiga: menolong atau membantu orang yang kesusahan yang memerlukan bantuan. Keempat menyuruh kepada kebaikan atau yang ma’ruf , sedangkan yang terakhir, menahan diri dari kejahatan atau merusak.
Meskipun sedekah yang tangible bersifat sunnah, namun sedekah mempunyai kemampuan yang dahsyat dibandingkan dengan infak maupun zakat, terlihat dalam surat Al-Munafiqun : 10,
وَأَنفِقُوا مِن مَّا رَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ الصَّالِحِينَ -١٠
Ya Tuhanku, mengapa engkau tidak menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat yang menyebabkan aku dapat bersedekah, dan aku termasuk orang-orang yang shaleh”.
Dari Abu Hurairah ra. Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah dibawah naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya, lalu ia menyebutkan hadits ini, dan didalamnya disebutkan, “....Dan seorang laki-laki yang bersedekah dengan sesuatu lalu ia merahasiakannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya”. (Muttafaq Alaih)[7]
Hadits ini menjelaskan keutamaan merahasiakan sedekah dari pada melakukannya secara terang-terangan, kecuali jika orang tersebut tahu bahwa ketika ia melakukannya secara terang-terangan maka perbuatan tersebut akan menjadi motivasi orang lain untuk mengikutinya, atau ia boleh melakukannya jika mampu menjaga rahasianya dari godaan-godaan riya’.                         
Sedekah menurut Ulama Fiqh, salah satunya yaitu menurut Yusuf Qardhawi bahwa “Sedekah adalah pemberian sukarela yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, terutama kepada orang-orang miskin, setiap kesempatan terbuka yang tidak ditentukan baik jenis, jumlah maupun waktunya”.[8] Sedekah sama pengertiannya dengan infaq,  perbedaannya adalah infaq hanya berkaitkan dengan materi sedangkan sedekah memiliki arti luas menyangkut juga hal yang bersifat non materil.
Menurut Ibnu Qoyyim, “Sedekah itu bisa memberikan pengaruh yang menakjubkan untuk menolak berbagai macam bencana sekalipun pelakunya orang yang fajir (pendosa), zolim, atau bahkan orang kafir, karena Allah akan menghilangkan berbagai macam bencana dengan perantaraan shadaqah tersebut.”[9] Karenanya sedekah itu menjadi penting untuk diamalkan. Sedekah dapat menjauhkan diri dari segala musibah dan kemunkaran.
Imam Ghazali mengatakan, bahwa manusia itu terbagi menjadi empat golongan. yakni, (1) manusia yang tidak tahu dan tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu; (2) manusia yang tidak tahu tapi tahu bahwa dirinya tidak tahu; (3) manusia yang tahu tapi dirinya tidak tahu bahwa dirinya tahu, dan (4) manusia yang tahu dan tahu bahwa dirinya tahu.” Kalau sudah sampai ke maqam yang keempat, maka ia akan menjadi Muslim yang sangat baik, salah satu tandanya adalah gemar bersedekah.
Para fukaha sepakat bahwa hukum sedekah pada dasarnya adalah sunah, berpahala bila dilakukan dan tidak berdosa bila ditinggalkan. Sebagaimana dalam kitab Kifayatul Akhyar, berkata Syaikh Abu Syujak: “Shadaqah tatawwu’ hukumnya sunnah, terutama pada bulan Ramadhan lebih dikukuhkan kesunnahannya dan sangat disunnahkan berlapang dada (bermurah hati) dalam bulan Ramadhan itu”.[10]
Demikian pula sedekah disunnahkan ketika menghadapi suatu perkara atau masalah yang penting. Ketika sedang sakit atau sedang berpergian. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan walaupun shadaqah at-tatawwu’ adalah sunnah, akan tetapi shadaqah at-tatawwu’ sangat dianjurkan oleh Allah maupun Rasul-Nya.
 Di samping sunah, ada pula hukum sedekah itu menjadi haram, yaitu dalam kasus seseorang yang bersedekah mengetahui pasti bahwa orang yang menerima sedekah akan menggunakan harta sedekah itu untuk kemaksiatan. Kemudian bila seseorang yang bersedekah menyebut-nyebut pemberiannya yang dapat menyakiti hati orang yang menerima sedekah, ataupun bersifat riya’. Seperti yang diungkapkan pada ayat berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُبْطِلُواْ صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَاء النَّاسِ وَلاَ يُؤْمِنُ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْداً لاَّ يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُواْ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ -٢٦٤-  
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”.  (Al-Baqarah: 264)
      Kemudian hukum shadaqah tatawwu’ dapat berubah menjadi wajib, bila seseorang bertemu dengan orang lain yang sedang kelaparan hingga dapat mengancam keselamatan jiwanya, sementara dia mempunyai makanan yang lebih dari apa yang diperlukan saat itu. Hukum shadaqah tatawwu’ juga menjadi wajib jika seseorang bernazar ingin bershadaqah kepada seseorang atau lembaga.
B.     Shodaqoh dalam Perspektif IPTEK
Sedekah jariyah adalah sedekah yang manfaatnya dapat dirasakan terus menerus oleh orang pemberi sedekah. Contoh, bila kita menghasilkan suatu teknologi, misalnya bibit jagung yang dapat tumbuh di lahan yang kurang subur, kemudian teknologi itu terpakai terus-menerus oleh para petani jagung, maka teknologi itu bernilai sedekah jariyah bila diniatkan semata-mata karena Allah. Pahalanya akan tetap mengalir kepada kita, walaupun kita sudah meninggal. Demikian pula, pengetahuan yang bermanfaat, yang di sebarkan melalui jurnal-jurnal, buku-buku, tulisan-tulsan ilmiah, blog, dan lain-lain.
Ada dua jenis Iptek yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia. Pertama, iptek untuk memberi nilai tambah kepada sumberdaya alam Indonesia yang terbarukan. Iptek jenis ini, dapat memicu tumbuhnya sektor perekonomian hulu (pertanian dan industri) dan sektor pereknomian hilir (perdagangan dan jasa) sehingga menghasilkan dampak yang luas atau kebaikan yang banyak (barakah) bagi bangsa Indonesia, karena dapat meningkatkan penghasilan dan mutu kehidupan, membuka lapangan kerja, mengurangi krimnalitas, dan lain-lain. Kedua, iptek untuk menghasilkan barang atau jasa yang lebih unggul daripada barang atau jasa di pasaran saat ini. Iptek jenis ini dapat membalik situasi pasar (pengusaha kecil menjadi pengusaha besar) sehingga timbul redistribusi kekayaan ditengah masyarakat. Iptek yang kedua ini sesuai dengan al-Quran QS. Al-Hasyr : 7,
مَّا أَفَاء اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاء مِنكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ -٧-
Artinya: Harta rampasan fai’ yang Diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.
Dari ayat diatas, Islampun menegaskan dilarangnya praktik ekonomi kapitalisme, karena tujuan ekonomi tersebut hanya menumpuk kekayaan tanpa memperdulikan kaum yang ada disekelilingnya. Hal tersebut dijelaskan dalam QS. Al-Lail : 8-10,
وَأَمَّا مَن بَخِلَ وَاسْتَغْنَى -٨- وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى -٩- فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى -١٠-             Artinya: Dan adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak perlu pertolongan Allah), serta mendustakan (pahala) yang terbaik, maka akan Kami Mudahkan baginya jalan menuju kesukaran (kesengsaraan).
Bila anda dapat kuliah diluar negeri, ingatlah bahwa anda termasuk orang yang beruntung, yang mengemban misi fardhu kifayah. Maka, manfaatkanlah akses ke perguruan tinggi atau lembaga riset diluar negeri. Bagilah akses itu dengan rekan-rekan di Indonesia, dan pertahankanlah akses tersebut sampai lulus. Ada dua jenis akses yang patut dibagi dan dipertahankan, yaitu: akses kepada ilmuwan di sana dan akses terhadap pustaka-pustaka penting yang tidak ada di Indonesia.
Negara Indonesia berpotensi menjadi salah satu dari lima negara terkuat di dunia, bersama Cina, Amerika, India, dan Uni Eropa. Dibutuhkan tiga unsur lagi untuk mewujudkan harapan tersebut, pertama pemerintahan yang bersih dan profesional, iptek-iptek kunci, dan investasi. Kita bisa turut berperan dalam mewujudkan cita-cita dengan menguasai iptek-iptek kunci tersebut.
Bila motivasi anda terbatas pada manfaat-manfaat sampingan, maka produktivitas anda juga terbatas pula. Tetapi bila anda berniat melaksanakan fardhu kifayah itu untuk sedekah iptek, maka insyaAllah akan berkah.[11]
C.    Korelasi antara Shodaqoh dan IPTEK
Pada hakekatnya setiap disiplin ilmu pengetahuan pastinya memiliki keterkaitan satu sama lain. Seperti halnya keterkaitan antara shadaqah dan ilmu pengatahuan. Dalam hadist, Rasulullah SAW bersabda: yang artinya “kewajiban setiap muslim adalah bersedekah. Para sahabat beliau bertaya: Bagaimana keadaannya orang yang tidak mempunyai harta ? Nabi SAW menjawab: Dia bekerja lalu memberi manfaat kepada dirinya dan bersedekah. Para sahabat berkata lagi, jika ia tidak bekerja seperti yang dimaksudkan? Nabi menjawab: dia memberi pertolongan kepada orang;orang yang membutuhkan pertlongan, para sahabat bertanya lagi,: Jika dia tidak dapat demikian? Nabi menjawab,: hendaklah mengerjakan yang ma’ruf ( kebajiakan ), menahan diri dari dari kejahatan, karena yang demikian itu sedekah baginya”[12]
Dari hadist Rasulullah diatas bahwasanya bersedekah itu berbagai macam caranya. Oleh karena itu, pada dasarnya setiap muslim mampu bersedekah baik dari segi materi maupun imateri, semua bergantung pada niatnya dan keikhlasannya hanya dengan mengharap Ridha Alah SWT. Menelaah kandungan hadist tersebut, bahwasanya suatu yang memiliki nilai shadaqah dalam kehidupan yaitu : harta, pekerjaan, tenaga dan pikiran, senyum wajah ceria dan perbuatan baik.
Bagi yang mempunyai harta bersedakahlah dengan hartanya. Dan apabila orang trsebut tidak memiliki harta untuk dishadaqahkan maka bekerja, kemudian bersedekahlah. Memberikan orang pekerjaan termasuk sedekah. Kalau kita tidak mampu memberikan lapangan kerja kepada orang lain, minimal kita memberi informasi tentang suatu pekerjaan yang sekiranya bermanfaat. Dan apabila kita tidak dapat demikian maka dengan tenaga dan pikiran. Tidak disangsikan bahwa memberi seseorang pengetahuan atau pemahamam adalah sedekah. Dalam hal ini sedekah ilmu, atau sedekah potensi pikiran. Dalam praktiknya, sedekah semacam ini mempunyai ruang yang lebih luas serta lebih mudah untuk ditunaikan.. Mengajarkan ilmu yang bermanfaat adalah sedekah, baik dengan menuliskannya dalam sebuah buku maupun menjelaskannya kepada orang lain. Oleh karena itu, seyogyanya setiap muslim memilih untuk mempelajari ilmu yang paling bermanfaat dan mengajarkannya. Mengajarkan ilmu yang kita kuasai kepada orang adalah sedekah bagi kita yang pahalanya akan terus mengalir sesudah mati.
Berkaitan dengan pahala mengajarkan ilmu pada orang lain, Mu’is mengutip sabda Rasulullah dalam salah satu haditnya.
ان مما يلحق المؤمن من عمله وحسناته بعد موته علما علمه ونشره
“Sesungguhnya amalan dan kebaikan yang akan menghampiri seorang mukmin sepeninggalnya ialah ilmu yang ia ajarkan dan sebarkan...” (H.R. Ibnu Majah dan Al-Albani Menghasankan).
 Sedekah tenaga dan pikiran itulah salah satu contoh keterkaitan antara shadaqah dengan ilmu pengetahuan. Selain bantuan tenaga dan pikiran, terdapat hal-hal lain yang bersifat intens dalam manusia dan bisa bernilai sedekah, yakni berbuat baik dan senyuman dengan wajah ceria. Hal ini memang sangat remeh, karena tidak mempunyai dampak langsung dalam kehidupan dan dianggap tidak menjadi solusi konkret terhadap segala permasalahan yang mungkin timbul. Tetapi, siapa sangka bahwa senyuman dan berbuat kebajikan justru merupakan hal paling dasar dari segala bentuk interaksi sosial.
Adapun bahwasanya korelasi antara shadaqah dan iptek yakni dengan mengimplementasikan nilai-nilai sedekah dalam pendidikan, bisa merealisasikannya seperti berikut ini:
1.      Penanaman dasar-dasar kejiwaan yang mulia, seperti ketakwaan, ukhuwah islamiyah, kasih sayang (rahmah), itsar (mementingkan orang lain daripada diri sendiri), memaafkan, berani karena benar.
2.      Pemeliharaan hak orang lain. Membiasakan anak untuk menghargai dan menghormati hak-hak orang di luar dirinya, seperti hak terhadap orang tua, hak terhadap teman, hak terhadap tetangga, hak terhadap guru, hak terhadap orang yang lebih dewasa. Tujuan yang ingin dicapai adalah agar pendidikan sosial bagi individu menjadi lebih sempurna dan bermakna, sehingga masyarakat tumbuh di atas dasar saling menolong, produktivitas, keterikatan yang kuat, akhlak yang luhur, serta saling mencintai dan mengkoreksi secara konstruktif.
3.      Melaksanakan tatakrama sosial yang berlaku umum. Anak dibiasakan sejak dini untuk menjalankan etika sosial secara umum, dibentuk atas dasar-dasar pendidikan yang sebenarnya. Tujuannya, bila sudah dewasa dan dapat menangkap inti segala masalah, ia dapat bergaul dengan sesamanya di tengah-tengah masyarakat dengan kebaikan yang maksimal dan simpatik, dengan cinta yang utuh, dan budi pekerti yang luhur. Etika yang bisa diajarkan diantaranyai etika makan dan minum, etika mengucapkan salam, etika berbicara, etika menjenguk orang sakit dan etika-etika yang lain.
4.      Kontrol dan kritik sosial, anak dibiasakan untuk melakukan kontrol dan kritik sosial, membina setiap orang yang bergaul dengannya, dan memberi nasihat kepada orang yang menyimpang dari etika islam. Anak dibiasakan melakukan amar ma’ruf nahi munkar (menyuruh kebaikan dan mencegah kejahatan), memerangi kerusakan dan penyimpangan, dan memelihara nilai, idealisme dan moralitas yang baik.
Disamping itu, sekolah juga dapat membantu memecahkan pengangguran dan kemiskinan, antara lain dengan pembekalan peserta didik dengan mata pelajaran keterampilan, kesenian, dan olah raga.[13]
Jadi, dengan mengimplementasikan nilai-nilai shadaqah dalam pendidikan dapat mengurangi kesenjangan masyarakat, juga dapat menumbuhkan generasi yang terampil, berakhlakul karimah, dan tekun dengan berkembangnya peradaban zaman.








IV.             PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Sadhaqah dalam prespektif Islam yakni, bahwasanya pengertian sedekah sama dengan pengertian infak, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Infak hanya berkaitan dengan materi sedangkan sedekah memiliki arti luas, menyangkut hal yang bersifat nonmaterial.
Sadhaqah dalam prespektif iptek yakni menemukan hal baru yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat, jika masyarakat menggunakan hal baru tersebut, secara tidak langsung pahala akan selalu mengalir secara terus-menerus.
Adapun bahwasanya korelasi antara shadaqah dan iptek yakni dengan mengimplementasikan nilai-nilai sedekah dalam pendidikan, bisa merealisasikannya seperti berikut ini:
1.      Penanaman dasar-dasar kejiwaan yang mulia
2.      Pemeliharaan hak orang lain.
3.      Melaksanakan tatakrama sosial yang berlaku umum.
4.      Kontrol dan kritik sosial, anak dibiasakan untuk melakukan kontrol dan kritik sosial, membina setiap orang yang bergaul dengannya, dan memberi nasihat kepada orang yang menyimpang dari etika islam. Anak dibiasakan melakukan amar ma’ruf nahi munkar (menyuruh kebaikan dan mencegah kejahatan), memerangi kerusakan dan penyimpangan, dan memelihara nilai, idealisme dan moralitas yang baik.

B.     SARAN
Demikianlah makalah yang dapat kami susun, semoga apa yang kami tulis dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Kami menyadari penyusunan dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangant kami harapkan untuk memperbaiki makalah kami selanjutnya.



[1]  Yusuf mansur, Allah Maha Pelindung, Maka Engkau Gampang Siasati Krisis, (Bandung:PT Karya Kita, 2008), hlm. 23
[2] Mahmud Yunus,  Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), hlm. 214.
[3] Didin Hafiduddin, Panduan Praktis tentang Zakat, Infaq dan Sedekah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), Cet. 1, hlm. 15.
[4] [4] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an I, (Jakarta: Gema Insani, 2000), hal. 360.
[5] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an I.............., hlm. 360.
[6] Achmad Subiyanto, Shadaqah, Infak dan Zakat sebagai instrumen untuk membangun Indonesia yang bersih dan benar, (Jakarta: Yayasan Bermula dari Kanan, 2004) hlm. 27.
[7] Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shar’ani, As-Subul As-Salam Syarah Bulughul Maram, diterjemahkan oleh M. Isnan, Ali Fauzan dan Darwis, Subulus Salam-Syarah Bulughul Maram Jilid 2, (Jakarta: Darus Sunnah Press, cet. ke-2, 2008), hlm, 70.
[8] Kholid bin Sulaiman, Shodaqoh memang Ajaib, (Jakarta: Daarul Qoosim, cet.1, 2006), hlm, 56.

[9] Kholid bin Sulaiman, Shodaqoh memang Ajaib, .........hlm. 57.

[10] Imam Taqiyyudin Abu Bakar bin Muhammad Alhusaini, Kifayatul Akhyar Fii Ghayatil Ikhtishar, diterjemahkan oleh Syarifuddin Anwar, K.H, (Surabaya: CV. Bina Iman, 1995), Cet.II, hlm. 455.
[12] Tatang Ibrahim, FIQIH Madrasah Tsanawiyah untuk kelas VIII, (Bandung: CV. Armico, 2008, hlm 54.
[13]Sri ibnu Syah, http://sriibnusyah.blogspot.co.id/2011/01/sedekah-sebagai-penghapus-kesenjangan.html di akses pada Jum’at, 25 Septem ber 2015 pukul 16:15 WIB.

Tidak ada komentar: