SHADAQAH/ BERAMAL PERSPEKTIF ISLAM & IPTEK
Oleh: Tomy Muhlisin Ahmad
I.
PENDAHULUAN
Harta merupakan titipan Allah SWT yang pada hakekatnya hanya
dititipkan kepada kita sebagai manusia ciptaan-Nya. Konsekuensi manusia
terhadap segala bentuk titipan yang dibebankan kepadanya mempunyai
aturan-aturan Tuhan, baik dalam pengembangan maupun dalam penggunaan.
Terdapat kewajiban yang dibebankan pada pemiliknya untuk
mengeluarkan zakat untuk kesejahteraan masyarakat, dan ada ibadah amaliyah
sunnah yakni shadaqah dan infaq. Karena pada hakekatnya segala harta yang
dimiliki manusia adalah titipan Allah SWT, maka setiap kita manusia wajib
melaksanakan segala perintah Allah mengenai hartanya.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Bagaimanakah Shadaqoh dalam Perspektif Islam?
B.
Bagaimanakah Shadaqah dalam Perspektif IPTEK?
C.
Bagaimanakah Korelasi antara Shadaqah dan IPTEK?
III.
PEMBAHASAN
A.
Shodaqah dalam
Perspektif Islam
Sedekah secara umum adalah pemberian sebuah barang atau apapun
kepada orang lain dengan benar-benar mengharap keridhoan Allah SWT.[1]
Dalam pengertian kamus Arab Indonesia mengenai sedekah H. Mahmud Yunus menulis
sedekah berasal dari kata ”shadaqa-yashduqu-shadaqatan” yang artinya memberikan
sedekah dengan sesuatu.[2]
Shadaqah berasal dari kata shadaqa yang berarti ’benar’. Orang yang
suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya.[3]
Menurut terminologi syariat, pengertian sedekah sama dengan pengertian infak,
termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Infak hanya berkaitan dengan
materi sedangkan sedekah memiliki arti luas, menyangkut hal yang bersifat
nonmaterial.
Sedekah dalam pengertian bukan zakat sangat dianjurkan dalam Islam
dan sangat baik dilakukan tiap saat. Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang
menganjurkan kaum muslimin untuk senantiasa memberikan sedekah. Diantaranya
adalah:
مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ
أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ
فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاءُ وَاللّهُ
وَاسِعٌ عَلِيمٌ -٢٦١-
”Perumpamaan (nafkah yang
dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah
serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir;
seratus biji Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki.
Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (Q.S. Al-Baqarah:
261)
Menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an I, bahwa ayat
ini tidak dimulai dengan mewajibkan ataupun menugaskan, namun hanya anjuran dan
memberikan rangsangan atau pengaruh. Metode seperti ini sangat efektif untuk
membangkitkan perasaan dan menimbulkan kesan-kesan yang hidup didalam jiwa
manusia. Jadi harta yang disedekahkan akan berkembang dan memberikan keberkahan
kepada pemiliknya.[4]
Adapun di ayat lain disebutkan:
إِن تُبْدُواْ الصَّدَقَاتِ
فَنِعِمَّا هِيَ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاء فَهُوَ خَيْرٌ لُّكُمْ
وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّئَاتِكُمْ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ -٢٧١-
Artinya :Jika
kamu Menampakkan sedekah(mu), Maka itu adalah baik sekali. dan jika kamu
menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, Maka
Menyembunyikan itu lebih baik bagimu. dan Allah akan menghapuskan dari kamu
sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.
Al-Baqarah:271).
Dalam ayat ini, maksud kata menampakkan sedekah dengan tujuan
supaya dicontoh orang lain. Menyembunyikan sedekah itu lebih baik dari
menampakkannya, Karena menampakkan itu dapat menimbulkan riya pada diri si
pemberi dan dapat pula menyakitkan hati orang yang diberi.
Islam menganjurkan pengikutnya untuk bersedekah dalam berbagai
bentuk, diantaranya:
قَوْلٌ مَّعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِّن
صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى وَاللّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ -٢٦٣-
“Perkataan yang baik dan
pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang
menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.”
(Q.S Al-Baqarah: 263)
Menurut Sayyid Quthb dalam tafsir Fi Zhilalil-Qur’an I, bahwa
perkataan yang baik ini adalah perkataan baik yang dapat membalut luka dihati
dan mengisinya dengan kerelaan dan kesenangan. Sedangkan pemberian maaf yang
baik adalah yang dapat mencuci dendam dan kebencian didalam jiwa, dan
menggantinya dengan persaudaraan dan persahabatan. Jadi perkataan yang baik dan
pemberian maaf yang baik dalam kondisi seperti itu akan dapat menunaikan fungsi
sedekah, yaitu membersihkan hati dan menjinakkan jiwa.[5]
Ayat diatas menjelaskan bahwa perkataan yang baik dan pemberian
maaf yang baik itu merupakan bentuk sedekah, dan keduanya lebih baik dari pada
memberi sedekah berupa materi namun diiringi dengan perkataan yang dapat
menyinggung ataupun menyakiti perasaan si penerima.
يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي
الصَّدَقَاتِ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ -٢٧٦-
“Allah memusnahkan riba dan
menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam
kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”(Q.S Al-Baqarah: 276)
Dalam ayat diatas yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah
memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. Sedangkan yang dimaksud dengan
menyuburkan shadaqah ialah mengembangkan harta yang telah dikeluarkan
sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya, dan selalu berbuat dosa maksudnya
ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya.
Shadaqah terbagi menjadi dua bentuk, yang bersifat tangible atau
material atau fisik, dan yang bersifat intangible atau non fisik. Didalam
sedekah yang bersifat tangible terdapat dua jenis sedekah diantaranya yang
bersifat wajib seperti zakat fitrah maupun maal, dan sedekah yang bersifat
sunnah (shadaqah jariyah). Sedangkan yang bersifat intangible meliputi lima
macam, yaitu:[6]
pertama: tasbih, tahlil,
tahmid dan takbir. Kedua: berasal dari badan berupa senyum, tenaga untuk
bekerja dan membuang duri dari jalan dan lain-lain. Ketiga: menolong atau
membantu orang yang kesusahan yang memerlukan bantuan. Keempat menyuruh kepada
kebaikan atau yang ma’ruf , sedangkan yang terakhir, menahan diri dari
kejahatan atau merusak.
Meskipun sedekah yang tangible bersifat sunnah, namun sedekah
mempunyai kemampuan yang dahsyat dibandingkan dengan infak maupun zakat,
terlihat dalam surat Al-Munafiqun : 10,
وَأَنفِقُوا مِن مَّا رَزَقْنَاكُم
مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا
أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ الصَّالِحِينَ -١٠-
“Ya Tuhanku, mengapa engkau tidak
menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat yang menyebabkan aku dapat
bersedekah, dan aku termasuk orang-orang yang shaleh”.
Dari Abu Hurairah ra. Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah
dibawah naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya, lalu
ia menyebutkan hadits ini, dan didalamnya disebutkan, “....Dan seorang
laki-laki yang bersedekah dengan sesuatu lalu ia merahasiakannya sehingga
tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya”.
(Muttafaq Alaih)[7]
Hadits ini menjelaskan keutamaan merahasiakan sedekah dari pada
melakukannya secara terang-terangan, kecuali jika orang tersebut tahu bahwa
ketika ia melakukannya secara terang-terangan maka perbuatan tersebut akan
menjadi motivasi orang lain untuk mengikutinya, atau ia boleh melakukannya jika
mampu menjaga rahasianya dari godaan-godaan riya’.
Sedekah menurut Ulama Fiqh, salah satunya yaitu menurut Yusuf
Qardhawi bahwa “Sedekah adalah pemberian sukarela yang dilakukan oleh seseorang
kepada orang lain, terutama kepada orang-orang miskin, setiap kesempatan
terbuka yang tidak ditentukan baik jenis, jumlah maupun waktunya”.[8]
Sedekah sama pengertiannya dengan infaq,
perbedaannya adalah infaq hanya berkaitkan dengan materi sedangkan
sedekah memiliki arti luas menyangkut juga hal yang bersifat non materil.
Menurut Ibnu Qoyyim, “Sedekah itu bisa memberikan pengaruh yang
menakjubkan untuk menolak berbagai macam bencana sekalipun pelakunya orang yang
fajir (pendosa), zolim, atau bahkan orang kafir, karena Allah akan
menghilangkan berbagai macam bencana dengan perantaraan shadaqah tersebut.”[9]
Karenanya sedekah itu menjadi penting untuk diamalkan. Sedekah dapat menjauhkan
diri dari segala musibah dan kemunkaran.
Imam Ghazali mengatakan, bahwa manusia itu terbagi menjadi empat
golongan. yakni, (1) manusia yang tidak tahu dan tidak tahu bahwa dirinya tidak
tahu; (2) manusia yang tidak tahu tapi tahu bahwa dirinya tidak tahu; (3)
manusia yang tahu tapi dirinya tidak tahu bahwa dirinya tahu, dan (4) manusia
yang tahu dan tahu bahwa dirinya tahu.” Kalau sudah sampai ke maqam yang
keempat, maka ia akan menjadi Muslim yang sangat baik, salah satu tandanya
adalah gemar bersedekah.
Para fukaha sepakat bahwa hukum sedekah pada dasarnya adalah sunah,
berpahala bila dilakukan dan tidak berdosa bila ditinggalkan. Sebagaimana dalam
kitab Kifayatul Akhyar, berkata Syaikh Abu Syujak: “Shadaqah tatawwu’ hukumnya
sunnah, terutama pada bulan Ramadhan lebih dikukuhkan kesunnahannya dan sangat
disunnahkan berlapang dada (bermurah hati) dalam bulan Ramadhan itu”.[10]
Demikian pula sedekah disunnahkan ketika menghadapi suatu perkara
atau masalah yang penting. Ketika sedang sakit atau sedang berpergian. Dari
penjelasan tersebut dapat disimpulkan walaupun shadaqah at-tatawwu’ adalah
sunnah, akan tetapi shadaqah at-tatawwu’ sangat dianjurkan oleh Allah maupun
Rasul-Nya.
Di samping sunah, ada pula
hukum sedekah itu menjadi haram, yaitu dalam kasus seseorang yang bersedekah
mengetahui pasti bahwa orang yang menerima sedekah akan menggunakan harta
sedekah itu untuk kemaksiatan. Kemudian bila seseorang yang bersedekah
menyebut-nyebut pemberiannya yang dapat menyakiti hati orang yang menerima sedekah,
ataupun bersifat riya’. Seperti yang diungkapkan pada ayat berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُواْ لاَ تُبْطِلُواْ صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ
رِئَاء النَّاسِ وَلاَ يُؤْمِنُ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ
صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْداً لاَّ يَقْدِرُونَ
عَلَى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُواْ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ -٢٦٤-
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu
dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang
yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin
yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu
menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari
apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang kafir”. (Al-Baqarah: 264)
Kemudian hukum shadaqah
tatawwu’ dapat berubah menjadi wajib, bila seseorang bertemu dengan orang lain
yang sedang kelaparan hingga dapat mengancam keselamatan jiwanya, sementara dia
mempunyai makanan yang lebih dari apa yang diperlukan saat itu. Hukum shadaqah
tatawwu’ juga menjadi wajib jika seseorang bernazar ingin bershadaqah kepada
seseorang atau lembaga.
B.
Shodaqoh dalam Perspektif IPTEK
Sedekah jariyah adalah sedekah yang manfaatnya dapat dirasakan
terus menerus oleh orang pemberi sedekah. Contoh, bila kita menghasilkan suatu
teknologi, misalnya bibit jagung yang dapat tumbuh di lahan yang kurang subur,
kemudian teknologi itu terpakai terus-menerus oleh para petani jagung, maka
teknologi itu bernilai sedekah jariyah bila diniatkan semata-mata karena Allah.
Pahalanya akan tetap mengalir kepada kita, walaupun kita sudah meninggal.
Demikian pula, pengetahuan yang bermanfaat, yang di sebarkan melalui
jurnal-jurnal, buku-buku, tulisan-tulsan ilmiah, blog, dan lain-lain.
Ada dua jenis Iptek yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia. Pertama,
iptek untuk memberi nilai tambah kepada sumberdaya alam Indonesia yang
terbarukan. Iptek jenis ini, dapat memicu tumbuhnya sektor perekonomian hulu
(pertanian dan industri) dan sektor pereknomian hilir (perdagangan dan jasa)
sehingga menghasilkan dampak yang luas atau kebaikan yang banyak (barakah) bagi
bangsa Indonesia, karena dapat meningkatkan penghasilan dan mutu kehidupan,
membuka lapangan kerja, mengurangi krimnalitas, dan lain-lain. Kedua, iptek
untuk menghasilkan barang atau jasa yang lebih unggul daripada barang atau jasa
di pasaran saat ini. Iptek jenis ini dapat membalik situasi pasar (pengusaha
kecil menjadi pengusaha besar) sehingga timbul redistribusi kekayaan ditengah
masyarakat. Iptek yang kedua ini sesuai dengan al-Quran QS. Al-Hasyr : 7,
مَّا أَفَاء
اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي
الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ
دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاء مِنكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا
نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
-٧-
Artinya: Harta
rampasan fai’ yang Diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari
penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar
harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat
keras hukuman-Nya.
Dari ayat diatas, Islampun menegaskan dilarangnya praktik ekonomi
kapitalisme, karena tujuan ekonomi tersebut hanya menumpuk kekayaan tanpa
memperdulikan kaum yang ada disekelilingnya. Hal tersebut dijelaskan dalam QS.
Al-Lail : 8-10,
وَأَمَّا مَن بَخِلَ وَاسْتَغْنَى -٨- وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى -٩-
فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى -١٠- Artinya: Dan
adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak perlu pertolongan
Allah), serta mendustakan (pahala) yang terbaik, maka akan Kami Mudahkan
baginya jalan menuju kesukaran (kesengsaraan).
Bila anda dapat kuliah diluar negeri, ingatlah bahwa anda termasuk
orang yang beruntung, yang mengemban misi fardhu kifayah. Maka, manfaatkanlah
akses ke perguruan tinggi atau lembaga riset diluar negeri. Bagilah akses itu
dengan rekan-rekan di Indonesia, dan pertahankanlah akses tersebut sampai
lulus. Ada dua jenis akses yang patut dibagi dan dipertahankan, yaitu: akses
kepada ilmuwan di sana dan akses terhadap pustaka-pustaka penting yang tidak
ada di Indonesia.
Negara Indonesia berpotensi menjadi salah satu dari lima negara
terkuat di dunia, bersama Cina, Amerika, India, dan Uni Eropa. Dibutuhkan tiga
unsur lagi untuk mewujudkan harapan tersebut, pertama pemerintahan yang bersih
dan profesional, iptek-iptek kunci, dan investasi. Kita bisa turut berperan dalam
mewujudkan cita-cita dengan menguasai iptek-iptek kunci tersebut.
Bila motivasi anda terbatas pada manfaat-manfaat sampingan, maka
produktivitas anda juga terbatas pula. Tetapi bila anda berniat melaksanakan
fardhu kifayah itu untuk sedekah iptek, maka insyaAllah akan berkah.[11]
C.
Korelasi antara Shodaqoh dan IPTEK
Pada hakekatnya setiap disiplin ilmu pengetahuan pastinya memiliki
keterkaitan satu sama lain. Seperti halnya keterkaitan antara shadaqah dan ilmu
pengatahuan. Dalam hadist, Rasulullah SAW bersabda: yang artinya “kewajiban
setiap muslim adalah bersedekah. Para sahabat beliau bertaya: Bagaimana
keadaannya orang yang tidak mempunyai harta ? Nabi SAW menjawab: Dia bekerja
lalu memberi manfaat kepada dirinya dan bersedekah. Para sahabat berkata lagi,
jika ia tidak bekerja seperti yang dimaksudkan? Nabi menjawab: dia memberi
pertolongan kepada orang;orang yang membutuhkan pertlongan, para sahabat
bertanya lagi,: Jika dia tidak dapat demikian? Nabi menjawab,: hendaklah
mengerjakan yang ma’ruf ( kebajiakan ), menahan diri dari dari kejahatan,
karena yang demikian itu sedekah baginya”[12]
Dari hadist Rasulullah diatas bahwasanya bersedekah itu berbagai
macam caranya. Oleh karena itu, pada dasarnya setiap muslim mampu bersedekah
baik dari segi materi maupun imateri, semua bergantung pada niatnya dan
keikhlasannya hanya dengan mengharap Ridha Alah SWT. Menelaah kandungan hadist
tersebut, bahwasanya suatu yang memiliki nilai shadaqah dalam kehidupan yaitu :
harta, pekerjaan, tenaga dan pikiran, senyum wajah ceria dan perbuatan baik.
Bagi yang mempunyai harta bersedakahlah dengan hartanya. Dan
apabila orang trsebut tidak memiliki harta untuk dishadaqahkan maka bekerja,
kemudian bersedekahlah. Memberikan orang pekerjaan termasuk sedekah. Kalau kita
tidak mampu memberikan lapangan kerja kepada orang lain, minimal kita memberi
informasi tentang suatu pekerjaan yang sekiranya bermanfaat. Dan apabila kita
tidak dapat demikian maka dengan tenaga dan pikiran. Tidak disangsikan bahwa
memberi seseorang pengetahuan atau pemahamam adalah sedekah. Dalam hal ini
sedekah ilmu, atau sedekah potensi pikiran. Dalam praktiknya, sedekah semacam
ini mempunyai ruang yang lebih luas serta lebih mudah untuk ditunaikan..
Mengajarkan ilmu yang bermanfaat adalah sedekah, baik dengan menuliskannya
dalam sebuah buku maupun menjelaskannya kepada orang lain. Oleh karena itu,
seyogyanya setiap muslim memilih untuk mempelajari ilmu yang paling bermanfaat
dan mengajarkannya. Mengajarkan ilmu yang kita kuasai kepada orang adalah
sedekah bagi kita yang pahalanya akan terus mengalir sesudah mati.
Berkaitan dengan pahala mengajarkan ilmu pada orang lain, Mu’is
mengutip sabda Rasulullah dalam salah satu haditnya.
ان مما يلحق المؤمن من عمله وحسناته بعد موته
علما علمه ونشره
“Sesungguhnya amalan dan kebaikan yang akan menghampiri seorang
mukmin sepeninggalnya ialah ilmu yang ia ajarkan dan sebarkan...” (H.R. Ibnu
Majah dan Al-Albani Menghasankan).
Sedekah tenaga dan pikiran
itulah salah satu contoh keterkaitan antara shadaqah dengan ilmu pengetahuan. Selain
bantuan tenaga dan pikiran, terdapat hal-hal lain yang bersifat intens dalam
manusia dan bisa bernilai sedekah, yakni berbuat baik dan senyuman dengan wajah
ceria. Hal ini memang sangat remeh, karena tidak mempunyai dampak langsung
dalam kehidupan dan dianggap tidak menjadi solusi konkret terhadap segala
permasalahan yang mungkin timbul. Tetapi, siapa sangka bahwa senyuman dan
berbuat kebajikan justru merupakan hal paling dasar dari segala bentuk
interaksi sosial.
Adapun bahwasanya korelasi antara shadaqah dan iptek yakni dengan
mengimplementasikan nilai-nilai sedekah dalam pendidikan, bisa merealisasikannya
seperti berikut ini:
1.
Penanaman dasar-dasar kejiwaan yang mulia, seperti ketakwaan,
ukhuwah islamiyah, kasih sayang (rahmah), itsar (mementingkan orang lain
daripada diri sendiri), memaafkan, berani karena benar.
2.
Pemeliharaan hak orang lain. Membiasakan anak untuk menghargai dan
menghormati hak-hak orang di luar dirinya, seperti hak terhadap orang tua, hak
terhadap teman, hak terhadap tetangga, hak terhadap guru, hak terhadap orang
yang lebih dewasa. Tujuan yang ingin dicapai adalah agar pendidikan sosial bagi
individu menjadi lebih sempurna dan bermakna, sehingga masyarakat tumbuh di
atas dasar saling menolong, produktivitas, keterikatan yang kuat, akhlak yang
luhur, serta saling mencintai dan mengkoreksi secara konstruktif.
3.
Melaksanakan tatakrama sosial yang berlaku umum. Anak dibiasakan
sejak dini untuk menjalankan etika sosial secara umum, dibentuk atas
dasar-dasar pendidikan yang sebenarnya. Tujuannya, bila sudah dewasa dan dapat
menangkap inti segala masalah, ia dapat bergaul dengan sesamanya di
tengah-tengah masyarakat dengan kebaikan yang maksimal dan simpatik, dengan
cinta yang utuh, dan budi pekerti yang luhur. Etika yang bisa diajarkan
diantaranyai etika makan dan minum, etika mengucapkan salam, etika berbicara,
etika menjenguk orang sakit dan etika-etika yang lain.
4.
Kontrol dan kritik sosial, anak dibiasakan untuk melakukan kontrol
dan kritik sosial, membina setiap orang yang bergaul dengannya, dan memberi
nasihat kepada orang yang menyimpang dari etika islam. Anak dibiasakan melakukan
amar ma’ruf nahi munkar (menyuruh kebaikan dan mencegah kejahatan), memerangi
kerusakan dan penyimpangan, dan memelihara nilai, idealisme dan moralitas yang
baik.
Disamping itu,
sekolah juga dapat membantu memecahkan pengangguran dan kemiskinan, antara lain
dengan pembekalan peserta didik dengan mata pelajaran keterampilan, kesenian,
dan olah raga.[13]
Jadi, dengan
mengimplementasikan nilai-nilai shadaqah dalam pendidikan dapat mengurangi
kesenjangan masyarakat, juga dapat menumbuhkan generasi yang terampil,
berakhlakul karimah, dan tekun dengan berkembangnya peradaban zaman.
IV.
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Sadhaqah dalam
prespektif Islam yakni, bahwasanya pengertian sedekah sama dengan pengertian
infak, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Infak hanya berkaitan
dengan materi sedangkan sedekah memiliki arti luas, menyangkut hal yang
bersifat nonmaterial.
Sadhaqah dalam prespektif iptek
yakni menemukan hal baru yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat, jika
masyarakat menggunakan hal baru tersebut, secara tidak langsung pahala akan
selalu mengalir secara terus-menerus.
Adapun bahwasanya korelasi antara shadaqah dan iptek yakni dengan
mengimplementasikan nilai-nilai sedekah dalam pendidikan, bisa
merealisasikannya seperti berikut ini:
1.
Penanaman dasar-dasar kejiwaan yang mulia
2.
Pemeliharaan hak orang lain.
3.
Melaksanakan tatakrama sosial yang berlaku umum.
4.
Kontrol dan kritik sosial, anak dibiasakan untuk melakukan kontrol
dan kritik sosial, membina setiap orang yang bergaul dengannya, dan memberi
nasihat kepada orang yang menyimpang dari etika islam. Anak dibiasakan
melakukan amar ma’ruf nahi munkar (menyuruh kebaikan dan mencegah kejahatan),
memerangi kerusakan dan penyimpangan, dan memelihara nilai, idealisme dan
moralitas yang baik.
B.
SARAN
Demikianlah makalah yang dapat kami
susun, semoga apa yang kami tulis dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi
kita semua. Kami menyadari penyusunan dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangant kami
harapkan untuk memperbaiki makalah kami selanjutnya.
[1]
Yusuf mansur, Allah Maha Pelindung, Maka Engkau Gampang Siasati
Krisis, (Bandung:PT Karya Kita, 2008), hlm. 23
[2] Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta:
Hidakarya Agung, 1990), hlm. 214.
[3] Didin Hafiduddin, Panduan
Praktis tentang Zakat, Infaq dan Sedekah, (Jakarta: Gema Insani Press,
1998), Cet. 1, hlm. 15.
[4] [4] Sayyid Quthb, Tafsir Fi
Zhilalil-Qur’an I, (Jakarta: Gema Insani, 2000), hal. 360.
[5] Sayyid Quthb, Tafsir Fi
Zhilalil-Qur’an I.............., hlm. 360.
[6] Achmad Subiyanto, Shadaqah,
Infak dan Zakat sebagai instrumen untuk membangun Indonesia yang bersih dan
benar, (Jakarta: Yayasan Bermula dari Kanan, 2004) hlm. 27.
[7] Muhammad bin Ismail Al-Amir
Ash-Shar’ani, As-Subul As-Salam Syarah Bulughul Maram, diterjemahkan oleh M.
Isnan, Ali Fauzan dan Darwis, Subulus Salam-Syarah Bulughul Maram Jilid 2,
(Jakarta: Darus Sunnah Press, cet. ke-2, 2008), hlm, 70.
[8] Kholid bin Sulaiman, Shodaqoh
memang Ajaib, (Jakarta: Daarul Qoosim, cet.1, 2006), hlm, 56.
[9] Kholid bin Sulaiman, Shodaqoh
memang Ajaib, .........hlm. 57.
[10] Imam Taqiyyudin Abu Bakar bin
Muhammad Alhusaini, Kifayatul Akhyar Fii Ghayatil Ikhtishar, diterjemahkan
oleh Syarifuddin Anwar, K.H, (Surabaya: CV. Bina Iman, 1995), Cet.II, hlm.
455.
[11]http://blog.sivitas.lipi.go.id/blog.cgi?isiblog&1166004853&&&1036006740&1&1246413242&andr014&
di akses pada Senin, 28 September 2015 pukul 23:45 WIB.
[12] Tatang Ibrahim, FIQIH Madrasah Tsanawiyah untuk kelas VIII, (Bandung:
CV. Armico, 2008, hlm 54.
[13]Sri
ibnu Syah, http://sriibnusyah.blogspot.co.id/2011/01/sedekah-sebagai-penghapus-kesenjangan.html
di akses pada Jum’at, 25 Septem ber 2015 pukul 16:15 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar