Ayo Sinau...!!!

Rabu, 18 Mei 2016

Makalah Hadits Tarbawiy: Berwirausaha

BERWIRAUSAHA



Oleh :
Tomy Muhlisin Ahmad, Ulyatul Himmah,Ida Faridah,& Sri Wulan Ramadhani

Dosen Pengampu: Prof. DR. H. M. Erfan Soebahar, M. Ag.





I.         PENDAHULUAN
A.       Kata Pengantar
Hadits riwayat Ibnu Asakir, “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup untuk selamanya. Dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok”. Ungkapan yang dalam dari nabi SAW. dengan sarat akan maknanya. Beliau mengajarkan kepada umatnya untuk bekerja semaksimal mungkin dalam urusan duniawi maupun ukhrawi.
Islam sejak 1400 tahun yang lalu, sudah mengajarkan kepda umatnya untuk berwirausaha, sebagaimana yang nabi SAW. sabdakan bahwa untuk menjadikan seseorang menjadi kaya dengan jalan berwirausaha, karena sembilan dari sepuluh kekayaan dengan cara berdagang atau berwirausaha.
Berwirausaha kembali pada tujuan utamanya, yaitu sebagai seorang muslim, tujuan utamanya adalah ridhallah, bukan hanya dunia yang digulati saja tetapi akhirat juga. Maka disini berlaku hadits nabi SAW.;“Tangan di atas lebih mulia dari tangan yang di bawah”, maksudnya seseorang memberi atau bersedekah apapun, itu lebih baik daripada yang diberi. Konteks ini, “tangan di bawah” itu tidak memperlihatkan adanya suatu usaha untuk kemakmuran dirinya, sedangkan “tangan di atas” menggambarkan orang tersebut ada sebuah usaha untuk dirinya sendiri dan orang lain.
Titik hidupnya terletak pada seorang pengusaha (entrepreneur) yang merupakan urat nadi perekonomian. Perannya yang sangat besar dalam memajukan dan mengembangkan dunia. Namun sangat disayangkan, tidak sedikit kaum Muslim mengabaikan aktivitas muamalah yang diperintahkan dalam al-Qur’an dan Hadits. Mereka tidak memperhatikan dakwah Islam yang bijaksana untuk menuju kehidupan bahagia yang sesuai dengan aturan sistem ekonomi Rabbani; sistem ekonomi yang tunggal dalam syari’atnya, bijaksana di dalam asasnya, dan lurus di dalam penerapannya. 
Meskipun demikian, harapan tetap ada untuk mengembalikan umat pada posisi yang dicintai Allah, yaitu umat yang mempergunakan karunia untuk ketaatan kepada Allah SWT. Memakmurkan negeri dengan sebaik-baiknya, dan mensyukuri limpahan di setiap nikmat yang telah berikanNya.
Atas landasan inilah kami menulis makalah ini, sebagai upaya untuk berpartisipasi memberikan pemahaman tentang berwirausaha yang baik menurut apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW., agar setiap Muslim dapat memperoleh sebaik-baik kehidupan dunia maupun di akhirat.
B.       Rumusan Masalah
1.      Apa saja hadits yang berkaitan dengan berwirausaha ?
2.      Apa pengertian kewirausahaan dan manfaat belajar kewirausahaan bagi mahasiswa ?
3.      Bagaimana prinsip dan ketentuan berwirausaha menurut Islam ?
4.      Bagaimana sifat-sifat dasar kewirausahaan yang dicintai Allah SWT. ?
II.      PEMBAHASAN
A.    Hadits yang Berkaitan dengan Berwirausaha
1.        Hadits tentang Kecintaan Allah terhadap Orang yang Berkarya
عَنْ عَاصِمْ بْنِ عُبَيْدِ الله عَنْ سَالِمْ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ للهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُؤْمِنَ الْمُحْتَرِفَ (أخرجه البيهقى).
Dari ‘Ashim Ibn ‘Ubaidillah dari Salim dari ayahnya, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW. Bersabda: “Sesungguhnya Allah menykai orang mukmin yang berkarya.”(HR. Al-Baihaqy).[1]

2.      Hadits tentang Keseimbangan Hidup di Dunia dan di Akhirat
عَنْ أَنَسَ بْنِ مَلِكٍ قَالَ ، قَالَ رَسُلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَيْسَ بِخَيْرِكُمْ مَنْ تَرَكَ دُنْيَاهُ لآخِرَتِهِ وَلا آخِرَتُهُ لِدُنْيَاهُ حَتىَّ يُصِيْبُ مِنْهُمَا جَمِيْعًا فَإِنَّ الدُّنْيَ بَلاغٌ إِلَى الآخِرَةِ وَلاَتَكُوْنُوْا كلاَّ عَلَى النَّاس   ( رواه الديلمي وابن عساكر ).
“Dari Anas bin Malik ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda: bukankah orang yang paling baik di antara kamu orang yang meninggalkan kepentingan dunia untuk mengejar akhirat atau meninggalkan akhirat untuk mengejar dunia sehingga dapat memadukan keduanya. Sesungguhnya kehidupan dunia mengantarkan kamu menuju kehidupan akhirat. Janganlah kamu menjadi beban orang lain. (HR. Ad-Dailamy dan Ibnu Asakir).

3.      Hadits tentang nabi Daud AS. Makan dari Usahanya Sendiri
عَنْ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِيَكْرِبَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَن النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ قَالَ : مَا أَكَلَ اَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ ، وَإِنَّ نَبِيَّ الله دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَم كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ. (رواه البخارى ).
“Dari Al-Miqdam bin Ma’dikarib RA. : Nabi SAW. bersabda, “tidak ada makanan yang lebih baik dari seseorang kecuali makanan yang ia peroleh dari uang hasil keringatnya sendiri. Nabi Allah, Daud AS. makan dari hasil keringatnya sendiri.” (HR. Al-Bukhori).[2]

Penjelasan Hadits Berwirausaha
Isi kandungan hadits pertama menjelaskan bahwa Allah SWT. lebih mencintai hamba-hambanya yang mukmin untuk berkarya atau bekerja keras. Seseorang yang berwirausaha mempunyai jiwa untuk berkarya dan biasanya mereka mempunyai karakter wirausahawan yang melekat pada dirinya, seperti proaktif, produktif, pemberdaya[3], dermawan, kreatif, inovatif, rendah hati, dan sifat baik lainnya.[4]
Bekerja keras bernilai ibadah dan mendapat pahala apabila dilakukan dengan ikhlas sesuai dengan tuntutan dan tidak bertentangan dengan ketentuan syari’ah. Islam memposisikan bekerja sebagai kewajiban kedua setelah shalat. Semua yang kita lakukan dalam berwirausaha akan dipertanggungjawabkan dalam pengadilan Allah di hari kiamat nanti. Baik cara mendapatkannya, mengumpulkannya, sumber kehalalannya, serta pemanfaatan harta yang dikumpulkan.
Bekerja keras dengan etos kerja Islami maksudnya bekerja yang didasari budaya kerja Islami yang bertumpu pada akhlakul karimah. Ciri orang yang bekerja dengan etos kerja Islami nampak pada sikap dan prilaku dalam kehidupan sehari-hari seperti, leadership, menghargai waktu, ikhlas, jujur, berkomitmen, istiqomah, konsekuen, disiplin, percaya diri, kreatif, bertanggung jawab, berjiwa wirausaha, dan sebagainya.
Hadits yang kedua, berkaitan dengan keseimbangan hidup di dunia dan akhirat. Kehidupan yang baik ialah kehidupan seseorang yang mampu menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhiratnya dengan menyadari bahwa kehidupan di dunia tidak abadi, dan bekal hidup di akhirat hanyalah amal shaleh yang dikerjakan selama hidup di dunia, seperti yang dikatakan orang Jawa; “Urip iku mung mampir ngobe”. Umat Islam dilarang untuk menjadi beban orang lain, maka dianjurkan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan kemampuannya sendiri, sebagaimana hadits yang diriwayatkan Ibnu Asakir, “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup untuk selamanya. Dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok”.[5]
Hadits ketiga berisi anjuran makan dari hasil usaha sendiri. Rasulullah SAW.. menganjurkan umatnya supaya berusaha memenuhi hajat hidup dengan jalan apapun menurut kemampuan asal jalan yang ditempuh itu halal. Penjelasan hadits di atas bahwasanya nabi Daud AS. di samping sebagai Nabi dan Rasul, juga seorang raja. Diceritakan dalam hadits nabi SAW., bahwa apa yang dimakan oleh nabi Daud AS. adalah jerih payahnya sendiri dengan bekerja yang menghasilkan sesuatu sehingga dapat memperoleh uang untuk keperluan hidupnya sehari-hari.[6]
B.     Pengertian Wirausaha
Wirausaha/wiraswasta, secara etimologis (bahasa) terdiri dari tiga kata yaitu wira, swa, dan sta. Wira berarti perwira, utama, teladan, berani; swa berarti sendiri, dan sta berarti berdiri. Jadi wiraswasta keberanian berdiri sendiri di atas kaki sendiri.[7] Secara luas pengertian wirausaha (wiraswasta) adalah orang yang berani membuka lapangan pekerjaan dengan kekuatan sendiri yang pada gilirannya tidak saja menguntungkan dirinya sendiri, tetapi juga menguntungkan masyarakat, karena dapat menyerap tenaga kerja yang memerlukan pekerjaan.[8]
Menurut istilah wirausaha berasal dari bahasa Perancis entrepreneur yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan arti between taker atau go-between untuk mengejar dan memanfaatkan peluang dengan menciptakan suatu organisasi. Menurut Drucker (1996) wirausaha adalah usaha untuk mencari perubahan, menaggapi, dan memanfaatkannya sebagai peluang. Di sini wirausaha dipahami sebagai pribadi yang mencintai perubahan karena dalam perubahan tersebut peluang selalu ada. Kewirausahaan adalah suatu gejala perilaku yang bersumber dari konsep atau teori, bukan kepribadian yang bersumber dari intuisi. Menurut Geoffrey G. Mendith, kewirausahaan merupakan gambaran dari orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil keuntungan dari padanya, serta mengambil tindakan yang tepat guna memastikan kesuksesan.[9]
Pendapat yang lain, pengertian wirausaha adalah orang yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang baru dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau mengolah bahan baku baru. Seorang wirausaha adalah orang yang melihat adanya peluang, kemudian menciptakan sebuah organisasi untuk memanfaatkan peluang tersebut.  Jadi wirausaha adalah setiap orang yang memulai sesuatu bisnis yang baru. Sedangkan proses kewirausahaan meliputi semua kegiatan fungsi dan tindakan.[10]
C.    Prinsip dan Ketentuan Berwirausaha menurut Islam
Ekonomi dan praktek bisnis Islami berkaitan erat dengan akidah dan syariat Islam sehingga seseorang tidak akan memahami pandangan Islam tentang ekonomi dan bisnis tanpa memahami dengan baik akidah dan syariah Islam. Keterkaitan dengan akidah menghasilkan pengawasan melekat pada dirinya dengan mengindahkan perintah dan larangan Allah yang tercermin pada kegiatan halal atau haram.
Bisnis dalam ekonomi bahkan semua ilmu di dalamnya. Pandangan Islam, dalam oprasionalnya berpijak pada dua area:
1.      Prinsip-prinsip dasar yang ditetapkan oleh Al-Quran dan Sunnah, dan ini bersifat langgeng abadi tidak mengalami perubahan.
2.      Perkembangan positif masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi, yang berarti bersifat sementara karna bila ada suatu yang lebih baik, dimanapun ditemukan maka itu harus menggantikan tempat yang lama.
Bebicara tentang prinsip dasar yang dianut oleh ajaran Islam, kita dapat menyimpulkan bahwa inti ajaranya adalah Tauhid. Melahir ketentuan yang bukan saja berkaitan dengan ekonomi atau bisnis, tetapi juga menyangkut segala aspek kehidupan dunia dan akhirat. Tauhid melahirkan keyakinan bahwa segala sesuatu bersumber dari Allah dan berkesudahan kepada-Nya.
Karna Allah Mahaadil selalu memperhtikan kemaslahatan umat manusia, maka semua ketetapan hukum-Nya, demikian juga produk ijtihad manusia yang dikaitkan dengan nama-Nya, tentulah harus berlandaskan keadilan dan kemaslahatan.[11]
Kesatuan kemanusiaan mengantar pengusaha muslim menghindari segala bentuk eksploitasi terhadap sesama manusia muslim atau non-muslim. Diketahui mengapa Islam melarang bukan hanya riba tapi juga penipuan. Kesatuan kemanusiaan mengharuskan manusia berfikir dan mempertimbangkan kepentingan umat manusia seluruhnya dalam semua tindakan seperti memnfaatkan sumber daya alam bukan hanya digunakan untuk saat ini tapi juga memikirkan untuk masa depan.
Kenyakinan akan kesatuan dunia dan akhirat, mengantarkan seseorang untuk memiliki visi yang jauh kedepan, dan tidak hanya berupaya mengejar keuntungan duniawi semata.
secara umum dapat dikatakan bahwa ketentuan yang ditetapkan al-Quran dalam berbisnis, dapat digolongkan dalam 3 kelompok besar:
1.      Hati dan kepercayaan
Semua kegiatan yang dilakukan seorang muslim termasuk aktivitas bisnis harus dikaitkan dengan Allah SWT.
2.      Moral pembisnis
Islam menekankan sisi moralitas, karena hukum yang ditetapkan Allah, termasuk dalam aspek ekonomi maupun bisnis, selalu dikaitkan-Nya dengan moral yang melahirkan hubungan timbal balik yang harmonis.
3.      Pengambangan harta
Ada tiga kemungkinan pemilik harta dalam menggunakan hartanya, dibelanjakan, ditumpuk, dan diinvestasikan.
D.    Sifat-sifat Dasar Kewirausahaan yang Dicintai Allah SWT.
1.      Jujur
Jujur merupakan sifat utama dan etika Islam yang luhur, juga merupakan motivator yang abadi dalam budi pekerti dan perilaku seorang muslim, sebagai salah satu sarana untuk memperbaiki amalnya, menghapus dosa-dosanya, dan sarana untuk bisa masuk ke surga.
Berbsnis harus mempunyai komitmen dalam muamalahnya dan berlaku terus terang demi ketentraman sehingga Allah memberi keberkahan di dalamnya, dan mengangkat derajatnya. Berbisnis untuk memasarkan barang dagangnya harus dijauhkan dari iklan licik dan sumpah palsu, atau memberikan informasi yang salah tentang barang dagangnya hingga menipu pembeli.
2.      Amanah
Islam menginginkan pembisnis yang mempunyai hati nurani yang bisa menjaga hak-hak Allah dan manusia, serta bisa memproteksi muamalahnya dari tingkah laku yang mendorong untuk berbuat remeh dan lalai. Islam mewajibkan pembisnis untuk mempunyai sifat amanah terhadap diri sendiri maupun orang lain, dan tidak boleh meremehkan orang yang memberikan amanah. Karena amanah meupakan tanggung jawab besar lebih berat dari seluruh yang ada di dunia.
3.      Toleransi
Toleransi adalah kunci rezeki dan jalan kehidupan yang mapan. Manfaat di antaranya adalah mudah berinteraksi, mempermudah muamalah dan mempercepat berputarnya modal.
4.      Memenuhi akad dan janji
Islam memerintahkan umatnya untuk memenuhi hak, menghomati janji dan seluruh kesepakatan lainya. [12]
E.     Manfaat Belajar Kewirausahaan bagi Mahasiswa
Sejak dini, cara berpikir orang muda perlu dibuka untuk mengetahui manfaat penting menjadi  wirausahawan. Jangan sampai ketekunan belajar di sekolah atau perguruan tinggi hanya mengarah pada satu target, yaitu mencari kerja saja. Beberapa tujuan dan manfaat mempelajari kewirausahaan bagi mahasiswa dan dunia pendidikan, yaitu:
1.       Pendidikan saja sudah tidak cukup menjadi bekal untuk masa depan.
2.      Kewirausahaan bisa diterapkan di semua bidang pekerjaan dan kehidupan.
3.      Ketika lulusan perguruan tinggi kesulitan mendapatkan pekerjaan atau terkena PHK, kewirausahaan bisa menjadi langkah alternatif untuk mencari nafkah dan  bertahan hidup.
4.       Agar sukses di dunia kerja atau usaha, tidak cukup orang hanya pandai bicara, yang dibutuhkan adalah bukti nyata/ realitas.
5.      Memajukan perekonomian Indonesia dan menjadi lokomotif peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia.
6.      Meningkatkan pendapatan keluarga dan daerah yang akan berujung pada kemajuan ekonomi bangsa.
7.      Membudayakan sikap unggul, prilaku positif, dan kreatif.
8.      Menjadi bekal ilmu untuk mencari nafkah, bertahan hidup, dan berkembang.[13]
III.   KESIMPULAN
Simpulan pembahasan makalah di atas, bahwa menjadi seorang pengusaha (entrepreneur) tidak hanya mengutamakan aspek kehidupan duniawi saja, tetapi juga harus mementingkan aspek ukhrawi. Sehingga terjadi adanya keseimbangan di dalam kehidupan.
Al-Qur’an dan al-Hadits sudah mengajarkan kepada manusia untuk berwirausaha seakan tidak akan pernah mati untuk mencapai dunianya, kemudian di sisi akhiratnya untuk mengingat apa yang yang paling dekat dalam hidupnya, yaitu kematian.
IV.   PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun. Penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak sekali kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dan kontruktif sangat diharapkan demi kesempurnaan karya ilmiah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat dijadikan sumber referensi dan bermanfaat bagi pembaca yang budiman, Aamiin.

DAFTAR PUSTAKA

A. Majid Hasyim, Husaini. 1993. Syarah Riyadhush Shalihin 2. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Abdullah, Ma’ruf. 2011. Wirausaha Berbasis Syari’ah. Banjarmasin: Antasari Press.
Abu Zakaria Yahya bi Syaraf an-Nawawi, Imam. 1999. Terjemah Riyadhus Shalihin, Jilid. 1,
Terj. Achmad Sunarto. Jakarta: Pustaka Amani.
Buya H.M. Alfis Chaniago dan Saiful El-Usmani, 2008. Kumpulan Hadis Pilihan. Jakarta:
Dewan Mubaligh Indonesia.
Faiz Al-Math, Muhammad. 1991. 1100 Hadits Terpilih. Jakarta: Gema Insani Press.
Hendro. 2011. Dasar-dasar Kewirausahaan Panduan bagi Mahasiswa untuk Mengenal,
Memahami, dan Memasuki Dunia Bisnis. Jakarta: Erlangga.
Muhammad Dawwabah, Asyraf. 2006. Meneladani Keunggulan Bisnis Rasulullah. Semarang:
PT. Pustaka Riski Putra.
Rahardjo, Handri. 2009. Kalo Gak Mau Kaya: Jangan Berwirausaha. Yogyakarta: Penerbit
Cakrawala.
Shihab, Quraish.  2008. Berbisnis dengan Allah. Tangerang: Lentera Hati.
Sumanto, Wasty. 1984. Pendidikan Wiraswasta. Jakarta: Bumi Aksara.


[1] Muhammad Faiz Al-Math, 1100 Hadits Terpilih, (Jakarta: Gema Insani Press, 1991), hlm. 182.
[2] Imam Abu Zakaria Yahya bi Syaraf an-Nawawi, Terjemah Riyadhus Shalihin, Jilid. 1, Terj. Achmad Sunarto, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), hlm. 517.
[3] Memberdayakan orang lain dalam pembinaannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. disebutkan dalam hadits Nabi SAW. “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin harus bertanggung jawab atas kepemimpinannya”
[4] Ma’ruf Abdullah, Wirausaha Berbasis Syari’ah, (Banjarmasin: Antasari Press, 2011), hlm. 3-8.
[5] Buya H.M. Alfis Chaniago dan Saiful El-Usmani, Kumpulan Hadis Pilihan, (Jakarta: Dewan Mubaligh Indonesia, 2008), hlm. 98.
[6] Husaini A. Majid Hasyim, Syarah Riyadhush Shalihin 2, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1993), hlm. 347.
[7] Handri Rahardjo, Kalo Gak Mau Kaya: Jangan Berwirausaha, (Yogyakarta: Penerbit Cakrawala, 2009), hlm. 15.
[8] Ma’ruf Abdullah, Wirausaha Berbasis Syari’ah, hlm. 1.
[9] Panji Anorga dan Joko Sudantoko, Koperasi: Kewirausahaan dan Pengusaha Kecil, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 137.
[10] Wasty Sumanto, Pendidikan Wiraswasta, (Jakarta: Bumi Aksara, 1984), hlm. 43.
[11] Quraish Shihab, Berbisnis dengan Allah, (Tangerang: Lentera Hati, 2008), hlm. 11-12.
[12]  Asyraf Muhammad Dawwabah, Meneladani Keunggulan Bisnis Rasulullah, (Semarang: PT. Pustaka Riski Putra, 2006), hlm. 85.
[13] Hendro, Dasar-dasar Kewirausahaan Panduan bagi Mahasiswa untuk Mengenal, Memahami, dan Memasuki Dunia Bisnis, (Jakarta: Erlangga, 2011), hlm. 8.

Tidak ada komentar: