Ayo Sinau...!!!

Selasa, 24 Mei 2016

Makalah Tafsir Tarbawy: Manusia Makhluk Paling Mulia

MANUSIA MAKHLUK PALING MULIA


Oleh: Tomy Muhlisin Ahmad




                                           
A.  Manusia Makhluk Paling Mulia Dalam Tafsir QS. Al-Isra ayat 70
1. QS. Al-Isra ayat 70

۞وَلَقَدۡ كَرَّمۡنَا بَنِيٓ ءَادَمَ وَحَمَلۡنَٰهُمۡ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ وَرَزَقۡنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلۡنَٰهُمۡ عَلَىٰ كَثِيرٖ مِّمَّنۡ خَلَقۡنَا تَفۡضِيلٗا ٧٠

Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan

2. Ma’na Mufrodat
Kata karrama di ambil dari akar kata karaman yang berarti kemuliaan. Karramna berarti Kami (Allah) telah memuliakan. Adanya tsydid pada lafadz karramna menunjukan banyaknya kemuliaan yang di berikan Allah kepada Manusia. Kemuliaan yang diberikan Allah kepada manusia, adalah anugerah berupa keistimewaan yang sifatnya internal. Dalam kontek ayat ini, manusia dianugerahi Allah keistimewaan yang tidak dianugerahkan kepada selainnya dan itulah yang menjadikan manusia mulia serta harus dihormati, walaupun ia telah menjadi mayat. Darah, harta, dan kehormatan manusia tidak boleh dialirkan dan dirampas begitu saja. Semuanya harus dihormati dan dimuliakan.[1]

3.  Munasabah
Pada ayat-ayat yang lalu, Allah telah menjelaskan tentang aneka ragam nikmat yang telah dianugerahkan kepada hambaNya agar mereka dapat memanfaatkannya. Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa Bani Adam merupakan makhluk termulia yang dianugerahi berbagai nikmat seperti alat transportasi dan rezeki yang baik, serta diunggulkan dari makhluk yang lain.[2]

4. Tafsir Ayat
Setelah pada ayat sebelumnya Allah bersumpah dengan buah-buahan yang bermanfaat atau tempat-tempat yang mulia itu, Allah menegaskan bahwa dia telah menciptakan manusia dengan kondisi fisik dan psikis terbaik. Dari segi fisik, misalnya, hanya manusia yang berdiri tegak sehingga otaknya bebas berfikir, yang menghasilkan ilmu dan tangannya juga bebas bergerak untuk merealisasikan ilmunya itu, sehingga melahirkan teknologi. Bentuk manusia adalah yang paling indah dari semua makhluknya. Dari segi psikis hanya manusia yang memiliki perasaan yang sempurna. Dan lebih-lebih lagi hanya manusia yang beragama. Banyak lagi keistimewaan manusia dari segi fisik dan psikis yang tidak mungkin di uraikan di sini.
Penegasan Allah bahwa Dia telah menciptakan manusia dengan kondisi fisik dan psikis terbaik itu mengandung arti bahwa fisik dan psikis manusia itu pelu di jaga, di pelihara dan di tumbuh kembangkan. Fisik manusia di pelihara dan di kembangkan dengani gizi yang cukup dan menjaga kesehatannya. Dan psikis manusia di pelihara dan di tumbuh kembangkan dengan memberinya agama dan pendidikan yang baik. Bila fisik dan psikis manusia di jaga dan di pelihara, maka manusia akan dapat memberikan kemanfaatan yang besar pada alam ini. Dengan demikian dia akan menjadi makhluk termulia.[3]
Manusia makhluk yang di ciptakan sempurna oleh Allah, Struktur kemampuan fisik-psikis manusia dalam proses mengetahui berbeda menurut tingkat dan kualitas kemampuannya, namun pada hakikatnya semua merupakan satu kesatuan. Proses pembentukan ilmu pengetahuan dalam diri manusia melibatkan kedua unsur secara bersamaan. Menurut Al-Farabi manusia memperoleh pengetahuan tentang sesuatu melalui daya berfikir, daya menghayal dan daya mengindra.
Dengan karakter tak jauh berbeda, Anton bakker dan Achmad Charris Zubair juga mengemukakan pendapat tentang hasil pencapaian pengetahuan dalam empat klasifikasi tingkatan dengan istilah: pengetahuan indrawi, pengetahuan naluri, pengetahuan rasional, dan pengetahuan intuitif atau imajenatif. Di sebut pengetahuan indrawi karena bersumber dari kemampuan mengindra manusia, pengetahuan naluri karena bersumber dari kemampuan naluriah manusia, pengetahuan rasional karena bersumber dari kemampuan berfikir, dan di sebut kemampuan intuitif karena bersumber dari kemampuan berimajenasi dalam diri manusia, semua itu karena Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna.[4]


        B.   Manusia Makhluk Paling Mulia Dalam Tafsir Q.S. At Tin Ayat 4
1.  Q.S. At Tin Ayat 4
 لَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ فِيٓ أَحۡسَنِ تَقۡوِيمٖ ٤

Artinya: sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya

2.  Arti Mufrodat
Kata (خلقناkhalaqna Kami telah menciptakan berasal dari kata (خلقkhalaqa  dan ( نا ) na yang berfungsi sebagai kata ganti nama, kata na (Kami) yang menjadi akta ganti nama itu menunjuk kepada jama’ (banyak), tetapi juga bisa digunakan untuk menunjuk satu pelaku saja dengan maksut mengagungkan pelaku tersebut. Para raja biasa menunjuk dirinya menggunakan kata kami, begitu juga Allah. Dari sisi lain penggunaan kata ganti bentuk jama’ itu (kami) yang menunjuk pada Allah mengisyaratkan keterlibatan-Nya dalam perbuatan yang ditunjuk oleh kata yang dirangkaikan dengan kata ganti tersebut. Jadi, kata khalaqna mengisyaratkan keterlibatan selain Allah dalam penciptaan manusia. Dalam hal ini yakni bapak ibu manusia. Dalam Q.S. Al Mukminun (23) : 14, Allah menegaskan bahwa Dia adalah Ahsan Al Khaliqin sebaik-baiknya pencipta.
Kata (  الانسان ) Al Insan/manusia yang dimaksud ayat ini, menurut Al Qutubi bahwa manusia-manusia yang durhaka pada Allah, pendapat ini bertentangan dengan para tafsir lain karena adanya pengecualian yaitu kecuali orang-orang yang beriman. Ini menunjukkan bahwa “manusia” yang dimaksut ayat ini jenis manusia pada umumnya mencakup mukmin  atau kafir, bahkan Asy Syathi merumuskan bahwa semua kata al insan  dalam Al Qur’an berbentuk definitif yaitu dengan menggunakan kata sandang ( ال ) / al berarti menegaskan jenis manusia secara umum.
Kata ( تقويمtaqwim diartikan sebagai menunjuk suatu sesuatu memiliki (  قوم  ) qiwam  yaitu bentuk fisik yang pas dengan fungsinya.[5]

3.  Asbabun Nuzul Surat at-Tiin
Walaupun asbabun nuzul untuk ayat 4 surat At-tin tidak di ketemukan dalam reverensi pemakalah. Maka, kami uraikan asbabun nuzul surat At-tin sebagai pembanding serta pelengkap yang berhubungan dengan surat At-tin.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari al-‘Aufi yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa firman Allah at-Tiin ayat 5 “kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya” mengandung arti dikembalikan ke tingkat pikun (seperti bayi lagi). Sehubungan dengan hal ini, Rasulullah saw pernah ditanya tentang kedudukan orang-orang pikun. Maka Allah menurunkan ayat selanjutnya (at-Tiin ayat 6), yang menegaskan bahwa mereka yang beriman dan beramal sholeh sebelum pikun, akan mendapat pahala yang tiada putus-putusnya.[6]

4.  Munasabah
Dalam surat Al Insyirah, Allah SWT menjelaskan perintah kepada Nabi Muhammad SAW selaku manusia sempurna. Penegasan tentang nikmat-nikmat Allah SWT yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW, dan pernyataan Allah bahwa disamping kesukaran ada kemudahan karena itu diperintahkan kepada Nabi agar tetap melakukan amal-amal saleh dan bertawakkal kepada-Nya. Maka dalam surat At Tiin, diterangkan bahwa manusia itu adalah makhluk Allah yang mempunyai kesanggupan baik lahir maupun batin. Kesanggupannya itu menjadi kenyataan bilamana mereka mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW[7].

5.  Tafsir Ayat
Sungguh Allah telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya. Mereka di beri kemampuan menundukan binatang dan tumbuh-tumbuhan ke bawah kekuasaannya. Bahkan akal manusia dan pikirannya dapat menundukkan tabiat atau perilaku alam, betapapun sangat kerasnya, untuk beberapa maksud dan memenuhi kebutuhannya. Manusia makan dengan tangannya, tidak seperti binatang yang makan dan minum langsung menggunakan mulutnya. Allah pun menjadikan manusia dengan perawakan yang tegak, sehingga mampu membuahkan berbagai hasil karnya yang menakjubkan.
Akan tetapi manusia tidak menyadari keistimewaannya itu, dan menyangka manusia sama dengan makhluk lain. Karenanya meraka mengerjakan apa yang sesungguhnya tidak di benarkan oleh akal sehatnya dan tidak di sukai oleh fitrahnya.[8]

         C.   Hubungan Manusia dengan Pendidikan
Ada satu kata atau istilah, yaitu “belajar” yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia sebagai manusia yang telah diciptakan sempurna oleh Allah SWT. Sebagai mana telah di firmankan Allah dalam surat Al Isra’ ayat 70 dan surat At Tin ayat 4. Karena aktivitas belajar itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lain seperti binatang misalnya. Karena aktivitas belajar pula yang mengantarkan seorang manusia menjadi berilmu, yang selanjutnya memosisikan manusia menjadi makhluk yang paling mulia diantara makhluk yang ada di muka bumi ini. Karena belajarlah, manusia bisa bertahan hidup dan bias memenuhi apa yang menjadi kebutuhan hidupnya. Karena belajarlah, manusia bisa memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi. Karena belajarlah, manusia bisa mengembangkan budayanya, dan karena belajar pula, manusia bisa menguasai alam dan bisa mengubah wajah dunia ini.
Coba kita perhatikan bagaimana kehidupan binatang, apapun jenisnya. Binatang hanya mengandalkan instink untuk dapat memenuhi hidupnya dan mempertahankan kehidupannya, sehingga kehidupan binatang dari waktu ke waktu hanya begitu-begitu saja. Tidak ada binatang yang mampu mengembangkan kreativitas untuk memperbaiki derajat kehidupannya. Persoalan ada binatang yang dianggap pandai, sehingga dapat mengikuti perintah manusia, itu juga hanya sebatas instinknya saja, bukan hasil belajar.
Dalam kehidupan manusia, belajar adalah kata kunci yang menjadi ciri sekaligus potensi bagi umat manusia. Belajar telah menjadi atribut manusia. Potensi belajar merupakan kodrat sekaligus fitroh bawaan sebagai karunia dari Sang Maha Pencipta, Allah, swt. Belajar adalah kebutuhan hakiki dalam hidup manusia di muka bumi ini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa belajar adalah “energi kehidupan” umat manusia yang dapat mengusung harkat kemanusiaannya menjadi sosok beradab dan bermartabat. Sehingga, manusia bukan saja sebagai makhluk yang sempurna tetapi juga mulia.[9]

         D.  Kesimpulan
Manusia memang di ciptakan paling sempurna dan sang pencipta sendiri yang telah mengabarkannya. sebagaimana yang telah di jelaskan dalam tafsir QS. Al-Isra ayat 70 dan dalam tafsir Q.S. At Tin Ayat 4. Sekarang tugas manusia adalah menjaga kesempurnaannya, dengan memilah dan memilih sifat-sifat, memahami dan mengenalinya, dan mengambil sifat-sifat yang baik sehingga menjadi makhluk yang mulia, sebagai pegangan dan pedoman di dalam setiap ucapan, tindakan dan perbuatan manusia.
Jadi, manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dan mulia adalah manusia yang mau menyempurnakan kesempurnaannya dan memuliakan kemuliannya dan menjaganya.
Jika manusia memperturutkan hawa nafsunya maka pada hakikatnya mereka “memilih” sifat binatang dan menjadikan dirinya mendapatkan keburukan, kerendahan atau kenistaan.



DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Agama. Al-qur’an dan Tafsirnya Jilid V dan X. Jakarta: Lentera Hati. 2010.
Muliawan, Jasa ungguh. Pendidikan Islam Integratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005.
Hasbi, Tengku Muhammad. Tafsir Al-qur’anul majid Annur. Semarang: Rizki Putra. 2003.
Jalaludin As-suyuthi. Sebab Turunnya Al-qur’an. Jakarta: Gema Insani. 2008.
http://jecklyn.blogspot.co.id/2011/12/tafsir-surat-at-tin.html  di akses pada tanggal 18 maret 2016 pukul 11.15 WIB.
http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-al-insyirah.html di unduh pada tanggal 18 maret 2016 pukul 13.15 WIB.
https://ulilalbabjong.wordpress.com/2012/01/23/manusia-adalah-makhluk-pembelajar/  di unduh pada tanggal 16 maret 2016 pukul 21.00 WIB.




Oleh: Dede Wijayanto, Panggah Santoso, Ubaidillah, Hendri

[1]Kementerian Agama, al-Qur’an dan Tafsiranya Jilid V,(Jakarta: Lentera Hati, 2010). Hlm. 517
[2]Kementerian Agama, al-Qur’an dan Tafsiranya Jilid V,. . . ,Hlm. 518
[3] Departemen Agama, Al-qur’an dan Tafsirnya Jilid X, (Jakarta: Ikrar Mandiriabadi, 2010), Hal. 713
[4] Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan Islam Integratif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), Hal. 28-29
[5]http://jecklyn.blogspot.co.id/2011/12/tafsir-surat-at-tin.html  di unduh pada tanggal 18 maret 2016 pukul 11.15 WIB
[6]Jalaludin As-suyuthi, Sebab Turunnya Al-qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2008). Hal. 632
[7]http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-al-insyirah.htmldi unduh pada tanggal 18 maret 2016 pukul 13.15 WIB

[8] Tengku Muhammad Hasbi As-sidqi, Tafsir Al-qur’anul majid Annur, (semarang: Rizki Putra, 2003), Hal. 4638-4639

Tidak ada komentar: