SHODAQAH DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN IPTEK
I. Pendahuluan
Harta
merupakan titipan Allah SWT yang pada hakekatnya hanya dititipkan kepada kita
sebagai manusia ciptaan-Nya. Konsekuensi manusia terhadap segala bentuk titipan
yang dibebankan kepadanya mempunyai aturan-aturan Tuhan, baik dalam
pengembangan maupun dalam penggunaan.
Terdapat
kewajiban yang dibebankan pada pemiliknya untuk mengeluarkan zakat untuk
kesejahteraan masyarakat, dan ada ibadah amaliyah sunnah yakni shadaqah dan
infaq. Karena pada hakekatnya segala harta yang dimiliki manusia adalah titipan
Allah SWT, maka setiap kita manusia wajib melaksanakan segala perintah Allah
mengenai hartanya.
II. Pembahasan
A. Landasan Agama tentang Shodaqah
Sedekah secara umum adalah
pemberian sebuah barang atau apapun kepada orang lain dengan benar-benar
mengharap keridhoan Allah SWT.[1]
Shadaqah berasal dari kata shadaqa yang berarti ’benar’. Orang yang
suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya.[2]
Menurut terminologi syariat, pengertian sedekah sama dengan pengertian infak,
termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Infak hanya berkaitan dengan
materi sedangkan sedekah memiliki arti luas, menyangkut hal yang bersifat
nonmaterial.
Sedekah yaitu
suatu pemberian yang dimaksudkan untuk mendapatkan pahala bukan untuk suatu
kehormatan. Sedekah merupakan bentuk kepedulian seseorang teradap orang lain
untuk turut meringankan beban yang sedang dideritanya.
Sedekah dalam pengertian bukan zakat sangat dianjurkan dalam Islam
dan sangat baik dilakukan tiap saat. Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang
menganjurkan kaum muslimin untuk senantiasa memberikan sedekah. Diantaranya
adalah:
مَّثَلُ
الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ
أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللّهُ
يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاءُ وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ -٢٦١-
”Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya dijalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan
tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir; seratus biji Allah melipatgandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi
Maha Mengetahui”. (Q.S. Al-Baqarah: 261)
Menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir
Fi Zhilalil-Qur’an I, bahwa ayat ini tidak dimulai dengan mewajibkan ataupun
menugaskan, namun hanya anjuran dan memberikan rangsangan atau pengaruh. Metode
seperti ini sangat efektif untuk membangkitkan perasaan dan menimbulkan
kesan-kesan yang hidup didalam jiwa manusia. Jadi harta yang disedekahkan akan
berkembang dan memberikan keberkahan kepada pemiliknya.[3]
Adapun di ayat lain disebutkan:
إِن تُبْدُواْ
الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاء فَهُوَ
خَيْرٌ لُّكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّئَاتِكُمْ وَاللّهُ بِمَا
تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ -٢٧١-
Artinya :Jika kamu Menampakkan sedekah(mu),
Maka itu adalah baik sekali. dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan
kepada orang-orang fakir, Maka Menyembunyikan itu lebih baik bagimu. dan Allah
akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah:271).
Dalam ayat ini, maksud kata
menampakkan sedekah dengan tujuan supaya dicontoh orang lain. Menyembunyikan
sedekah itu lebih baik dari menampakkannya, Karena menampakkan itu dapat
menimbulkan riya pada diri si pemberi dan dapat pula menyakitkan hati orang
yang diberi.
Dan juga disebutkan dalam hadits
dari Abu Hurairah ra. Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah dibawah naungan-Nya pada
hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya, lalu ia menyebutkan hadits ini,
dan didalamnya disebutkan, “....Dan seorang laki-laki yang bersedekah dengan
sesuatu lalu ia merahasiakannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa
yang disedekahkan oleh tangan kanannya”. (Muttafaq Alaih)[4]
Islam menganjurkan pengikutnya
untuk bersedekah dalam berbagai bentuk, diantaranya:
قَوْلٌ
مَّعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِّن صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى وَاللّهُ غَنِيٌّ
حَلِيمٌ -٢٦٣-
“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang
diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha
Kaya lagi Maha Penyantun.” (Q.S Al-Baqarah: 263)
Menurut Sayyid Quthb dalam tafsir
Fi Zhilalil-Qur’an I, bahwa perkataan yang baik ini adalah perkataan baik yang
dapat membalut luka dihati dan mengisinya dengan kerelaan dan kesenangan.
Sedangkan pemberian maaf yang baik adalah yang dapat mencuci dendam dan
kebencian didalam jiwa, dan menggantinya dengan persaudaraan dan persahabatan.
Jadi perkataan yang baik dan pemberian maaf yang baik dalam kondisi seperti itu
akan dapat menunaikan fungsi sedekah, yaitu membersihkan hati dan menjinakkan
jiwa.[5]
يَمْحَقُ
اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ
أَثِيمٍ -٢٧٦-
“Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang
yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”(Q.S
Al-Baqarah: 276)
Dalam ayat diatas yang dimaksud
dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan menyuburkan shadaqah ialah mengembangkan harta
yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya, dan selalu
berbuat dosa maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap
melakukannya.
Shadaqah terbagi menjadi dua
bentuk, yang bersifat material atau fisik, dan non material atau non fisik.
Didalam sedekah yang bersifat material terdapat dua jenis sedekah diantaranya
yang bersifat wajib seperti zakat fitrah maupun maal, dan sedekah yang bersifat
sunnah (shadaqah jariyah). Sedangkan yang bersifat non material meliputi lima
macam, yaitu:[6]
pertama: tasbih, tahlil, tahmid dan takbir.
Kedua: berasal dari badan berupa senyum, tenaga untuk bekerja dan membuang duri
dari jalan dan lain-lain. Ketiga: menolong atau membantu orang yang kesusahan
yang memerlukan bantuan. Keempat menyuruh kepada kebaikan atau yang ma’ruf ,
sedangkan yang terakhir, menahan diri dari kejahatan atau merusak.
Meskipun sedekah yang non material
bersifat sunnah, namun sedekah mempunyai kemampuan yang dahsyat dibandingkan
dengan infak maupun zakat, terlihat dalam surat Al-Munafiqun : 10,
وَأَنفِقُوا
مِن مَّا رَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ
رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ
الصَّالِحِينَ -١٠-
“Ya
Tuhanku, mengapa engkau tidak menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat
yang menyebabkan aku dapat bersedekah, dan aku termasuk orang-orang yang
shaleh”.
Menurut Ibnu Qoyyim, “Sedekah itu
bisa memberikan pengaruh yang menakjubkan untuk menolak berbagai macam bencana
sekalipun pelakunya orang yang fajir (pendosa), zolim, atau bahkan orang kafir,
karena Allah akan menghilangkan berbagai macam bencana dengan perantaraan
shadaqah tersebut.”[7] Karenanya
sedekah itu menjadi penting untuk diamalkan. Sedekah dapat menjauhkan diri dari
segala musibah dan kemunkaran.
Para fukaha sepakat bahwa hukum sedekah
pada dasarnya adalah sunah. Sebagaimana dalam kitab Kifayatul Akhyar, berkata
Syaikh Abu Syujak: “Shadaqah tatawwu’ hukumnya sunnah, terutama pada bulan
Ramadhan lebih dikukuhkan kesunnahannya dan sangat disunnahkan berlapang dada
(bermurah hati) dalam bulan Ramadhan itu”.[8]
Demikian pula sedekah disunnahkan
ketika menghadapi suatu perkara atau masalah yang penting. Ketika sedang sakit
atau sedang berpergian.
Di samping sunah, ada pula hukum sedekah itu
menjadi haram, yaitu dalam kasus seseorang yang bersedekah mengetahui pasti
bahwa orang yang menerima sedekah akan menggunakan harta sedekah itu untuk
kemaksiatan. Kemudian bila seseorang yang bersedekah menyebut-nyebut
pemberiannya yang dapat menyakiti hati orang yang menerima sedekah, ataupun
bersifat riya’. Seperti yang diungkapkan pada ayat berikut:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُبْطِلُواْ صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي
يُنفِقُ مَالَهُ رِئَاء النَّاسِ وَلاَ يُؤْمِنُ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ
صَلْداً لاَّ يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُواْ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي
الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ -٢٦٤-
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu
dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang
yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin
yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu
menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari
apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang kafir”. (Al-Baqarah: 264)
Kemudian hukum shadaqah tatawwu’ dapat
berubah menjadi wajib, bila seseorang bertemu dengan orang lain yang sedang
kelaparan hingga dapat mengancam keselamatan jiwanya, sementara dia mempunyai
makanan yang lebih dari apa yang diperlukan saat itu. Hukum shadaqah tatawwu’
juga menjadi wajib jika seseorang bernazar ingin bershadaqah kepada seseorang
atau lembaga.
Islam adalah agama rahmat bagi alam
semesta. Ia menuntun kepada pemeluknya untuk memiliki kepekaan terhadap
lingkungannya. Karena pada hakikatnya, setiap nikmat yang dimiliki merupakan
amanah dari Allah untuk dibagi ke manusia yang lain melalui dirinya. Didalam
harta yang dimiliki ada hak orang-orang miskin dan yatim piatu yang harus
diberikan.
Setiap kepedulian seseoarng terhadap
sesamanya merupakan perbuatan terpuji yang dihukumi shadaqah oleh Islam dan
mempunyai ganjaran tinggi. Sikap kepedulian seperti ini tidak tumbuh
dalam setiap individu manusia. Hanya orang-orang yang memiliki iman kuat dan
keterbukaan hati sehingga membuat ia peka terhadap penderitaan orang-orang
miskin, anak yatim, dan orang-orang terlantar.
Orang-orang kaya /mampu yang menutup mata
dari keterpurukan manusia disekitarnya disebut oleh Allah sebagai pendusta
agama. Allah berfirman: “1.Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? 2.
Itulah orang yang menghardik anak yatim, 3. dan tidak menganjurkan memberi
Makan orang miskin.
Ayat
di atas memberikan pemahaman kepada kita bahwa shadaqah merupakan ibadah yang
mempunyai dimensi ganda, yaitu dimensi vertikal dan horizontal. Dimensi
vertikal berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah, manusia wajib untuk
melaksanakan shadaqah untuk menjalin hubungan dengan Allah serta sebagai rasa
syukur atas nikmatnya. Dimensi vertikal, merupakan ibadah transendental yang
memiliki nilai ibadah itu sendiri. Dimensi horizontal berkaitan dengan hubungan
antar manusia. Dalam ayat di atas shadaqah diwujudkan dengan cara menyantuni
anak yatim dan memberi makan pada orang-orang miskin. Dimensi ini merupakan ibadah
sosial yang dilakukan untuk mendapatkan ridha Allah sekaligus memberi
pertolongan pada orang lain. Ibadah sosial adalah ibadah yang mempunyai efek
langsung dengan konteks kehidupan masyarakat sekitar.[9]
B.
Shodaqah dalam
Perspektif IPTEK
1. Sesuatu
yang Memiliki Nilai Sedekah dalam Kehidupan Sosial[10]
a. Harta
Sesuatu yang memiliki nilai paling penting
yang bisa kita sedekahkan adalah harta. Sebagian harta merupakan salah
satu penyangga kehidupan manusia di bumi supaya tetap survive (bertahan
hidup). Harta disini mengandung pengertian benda atau materi yang mempunyai
nilai guna secara ekonomi, yang menjadi kebtuhan setiap manusia. Materi ini
begitu luas pemaknaanya, mulai barang yang menjadi kebutuhan primer seperti
makanan, pakaian, dan rumah, hingga barang-barang di luar kebutuhan primer
tersebut.
Dalam perspektif ekonomi, benda atau barang
semacam itu merupakan barang ekonomi yang tidak setiap orang bisa memilikinya.
Setiap orang harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan akan barang-barang ekonomi
ini bersama orang lain, karena barang-barang ini mempunyai nilai tawar yang
mensyaratkan adanya kompensasi untuk mendapatkannya. Artinya, tidak setiap
orang bisa mendapatkan barang-barang ekonomi ini secara gratis.
Perjuangan untuk mendapatkan kebutuhan
ekonomi merupakan kompetisi yang sangat akut, yang sering menelan korban karena
tidak dapat memenangkan kompetisi tersebut. Bagi kelompok yang kalah mereka
menjadi miskin dan terlantar bahkan terkadang mereka menjadi kaum pekerja yang
upahnya lebih sedikit daripada peluh asin yang dikeluarkannya.
Maka disinilah sedekah harta kemudian
menjadi amat penting, karena merupakan bagian dari suatu gerakan membantu kesenjangan sosial yang terjadi. Dalam A-Qur’an Allah berfirman :
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang
yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan
Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan
sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan
kelapangan sesudah kesempitan.”
Ayat di atas merupakan perintah kepada
seseorang yang mempunyai harta benda agar bersedekah atau berinfak menurut kemampuannya.
Sedekah dengan harta, asalakan dilakukan dengan sasaran yang tepat, tulus,
dan istiqamah, sama artinya dengan menanam investasi untuk proyek masa depan di
akhirat kelak.
b. Pekerjaan
Memberikan orang pekerjaan termasuk
sedekah. Kalau kita tidak mampu memberikan lapangan kerja kepada orang lain,
minimal kita memberi informasi tentang suatu pekerjaan yang sekiranya
bermanfaat. Apabila orang tersebut benar-benar menggunakan dan memanfaatkan
inforamasi yang telah diberikan kepadanya, niscaya pahala besar akan menunggu
si pemberi sedekah tersebut.
Niat baik untuk membantu orang lain lewat
berbagai kerja ataupun sekedar informasi kerja kepada orang lain dinilai
sebagai sedekah. Allah berfirman : Barangsiapa yang mengerjakan
kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.
c. Tenaga dan Pikiran
Tidak disangsikan bahwa memberi seseorang
pengetahuan atau pemahamam adalah sedekah. Dalam hal ini sedekah ilmu, atau
sedekah potensi pikiran. Dalam praktiknya, sedekah semacam ini mempunyai ruang
yang lebih luas serta lebih mudah untuk ditunaikan. Dalam kehidupan sosial,
mencerdaskan orang yang masih belum paham tentang ilmu pengetahuan merupakan
hal yang wajib kita kerjakan. Hal ini bertujuan unutuk menghentikan praktik
dominasi dari kaum intelek yang membodoh-bodohi rakyat jelata, anak tidak
sekolah dan orang-orang yang putus impian.
Mengajarkan ilmu yang bermanfaat adalah
sedekah, baik dengan menuliskannya dalam sebuah buku maupun menjelaskannya
kepada orang lain. Oleh karena itu, seyogiyanya setiap muslim memilih untuk
mempelajari ilmu yang paling bermanfaat dan mengajarkannya. Mengajarkan ilmu
yang kita kuasai kepada orang adalah sedekah bagi kita yang pahalanya akan
terus mengalir sesudah mati.
Berkaitan dengan pahala mengajarkan ilmu
pada orang lain, Mu’is mengutip sabda Rasulullah dalam salah satu haditnya.
ان مما يلحق المؤمن من عمله وحسناته بعد موته علما علمه ونشره
Palah amalan dan kebaikan yang akan
menghampiri seorang mukmin sepeninggalnya ialah ilmu yang ia ajarkan dan
sebarkan... (H.R. Ibnu Majah dan Al-Albani Menghasankan)
d. Senyum, Wajah Ceria dan Perbuatan
Baik
Selain bantuan tenaga dan pikiran, terdapat
hal-hal lain yang bersifat inheren dalam manusia dan bisa bernilai sedekah,
yakni senyuman dan wajah ceria. Hal ini memang sangat remeh, karena tidak
mempunyai dampak langsung dalam kehidupan dan dianggap tidak menjadi solusi
konkret terhadap segala permasalahan yang mungkin timbul. Tetapi, siapa sangka
bahwa senuman justeru merupakan hal paling dasar dari segala bentuk interaksi
sosial.
Sebab senyuman kepada orang lain, baik yang
dikenal atau yang tidak dikenal merupakan isyarat dari keramahtamahan yang
perlu terus dipupuk. Dengan senyuman seseorang merasa dihargai meskipun ia
tidak memliki apa-apa dalam hidupnya. Orang kaya yang menebar senyumnya kepada
mereka yang miskin, tentu akan berdampak senang kepada mereka karena merasa
dianggap dalam tatanan masyarakat.
Senyum dan wajah ceria yang ditebarkan pada
orang lain merupakan perbuatan baik yang bernilai sedekah. Dalam kehidupan
sosial masyarakat perbuatan baik dapat diwujudkan dengan menjalin hubungan
denga masyarakat secara sopan dan mengikuti aturan atau norma yang sudah
ditetapkan.
Rasulullah bersabda
sebagaimana yang dikutip oleh Sanusi :
كل معرف صدقة، ومن المعرف أن تلقى أخاك بوجه طاق وأنتفرغ من دلوك فى انائه.
(رواه البخاري)
Setiap kebaikan adalah sedekah, dan diantara
kebaikan adalah menjumpai saudaramu dengan muka yang manis, dan menuangkan air
dai timabamu ke dalam wadah saudaramua. (H.R. Bukhari)
Kalau hadis ini dipahami lebih lanjut, akan
diperoleh pemahaman bahwa sedekah bisa dilakukan dengan hanya berbuat kebaikan
saja, tidak perlu spesifikasi dan rincian lagi. Sebab, inti dari sedekah adalah
demi kebaikan bersama secara kolektif yang memancar dari kebaikan individu.
2. Sedekah Sebagai Penghapus Kesenjangan Sosial dan Implementasinya dalam
Pendidikan[11]
Selama ini banyak orang yang memaknai
sedekah hanya sebagai sarana untuk berhubungan dengan Allah semata, sehingga
kecenderungan mereka hanya mengucapkan kalimat syukur dan membelanjakan
hartanya pada hal-hal yang diperintahkan agama. Padahal makna sedekah tidak
hanya menggunakan harta kita pada hal-hal yang baik. Didalam sedekah ada makna
sosial yang hendak menyelamatkan kehidupan orang miskin, anak yatim, para
pengemis, pemulung dan peminta-minta.
Sedekah sebagai fungsi sosial adalah untuk
menghasilkan solusi dari berbagai problem sosial kemasyarakatan, khususnya
ketidak adilan ekonomi. Dengan bersedekah, masing-masing orang tersadar bahwa
kita membantu orang lain yang sedang berada dalam himpitan kesulitan ekonomi.
Sedekah yang baik memang bisa diorientasikan untuk menjadi solusi problem
tersebut, yaitu sedekah yang dilakukan dengan ikhlas, istiqamah, dan
betul-betul memerhatikan nasib sipenerima.
Dalam agama Islam, kedemarwanan mendapat
tempat terhormat sekaligus menjadi tuntutan dalam konsep etika
sosial-kemasyarakatan. Sebab, Islam tetap menghormati hak milik pribadi
seberapa pun banyaknya. Maka, agar orang yang nasibnya kurang beruntung bisa
hidup layak, orang-orang kaya dituntun untuk bersikap dermawan dan mau membantu
mereka. Konsep Islam dalam hal kedemarwanan atau filantropi ini berbeda jauh
dengan ideologi kapitalisme yang memberikan kesempatan tanpa batas bagi kepemilikan
pribadi untuk mengksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia
(SDM) demi kepentingan ekonomi. Konsep kedermawanan atau filantropi Islam juga
bebeda dengan konsep ekonomi sosialisme-komunisme yang menyatakan tidak ada
kepemilikan pribadi, yang ada hanya kepentingan komunis.
Sedekah dalam arti ini tidak bisa dipahami
sebagai pemberian yang instan, sesuatu yang langsung habis katika telah sampai
di tangan penerima. Sedekah dalam arti ini harus dipahami sebagai motivasi agar
orang yang menerima semakin giat dalam meberdayakan dirinya secara ekonomi
yakni agar mereka bekerja keras karena merasa malu jika harus terus menerus
menerima sedekah dari orang lain. Allah berfirman :
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan
bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh
(manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau Mengadakan perdamaian di
antara manusia. dan Barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan
Allah, Maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.
Dalam
ayat di atas, Allah swt. Memberikan penghargaan khusus kepada orang yang
mengajak untuk bersedekah, amar makruf nahi munkar, atau mengadakan perdamaian
di antara manusia. Sebab dengan sedekah, amar ma’ruf nahi mungkar, dan
perdamaian itulah kondisi sosial yang sejahtera dan agamis akan benar-benar
terwujud. Jadi, dalam konteks ayat di atas, peran penting sedekah sama
dengan amar makruf nahi mungkar dan menjaga perdamaian, dilihat dari nilai dan kontribusinya
bagi aspek sosial.
Disamping itu,
sedekah akan meruntuhkan kesenjangan sosial dan akan mendekatkan diri seseoran
gdengan masyarakat sekita. Sebab, sedekah merepresentasikan adanya kepedulian
dan keinginan untuk terus menjalin komunikasi. Sedekah dalam fungsi ini bisa
ditarsirkan sebagai alat komunikasi dan perekat hubungan sosial, tetapi karena
bersifat formal, maka nilainya menjadi kura terlaksana. Dalam sebuah hadits,
rasulullah bersabda :
يا ابا ذر اذا طبخت مرقة فاكثر مأها وتعا هد
جيرانك (رواه مسلم)
Wahai Abu Dzar,
apabila kamu memasak makanan yang berkuah, maka perbanyaklah airnya dan
perhatikanlah tetanggamu. (H.R.Muslim)
Pesan Rasulullah
di atas mungkin dianggap sepele oleh sebagian orang, karena hanya
bersedekah kuah kepada tetangga. Akan tetapi, jika sedikit apapun kebaikan yang
kita kerjakan kalau niatnya ikhlas maka akan mendapatkan pahal. Selain itu
Rasulullah berpesan melalui hadits tersebut untuk tidak hidup individualistik
dan tidak peduli pada kehidupan sekitar. Pesan Nabi tersebut akan menciptakan
suasana keakraban antarmanusia (tetangga) tanpa adanya kekerasan dan
pendiskriminasian pada si miskin.
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda :
عن عبد الله انب سلام رضي الله عنه قال: قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم : يا أيها الناس افشوا السلام وصلوا الارحام وأطعموا
الطعام وصلوا بالليل والناس نيام تدخلوا الجنة بسلام (رواه الترمذى)[17]
Dari Abdullah bin
Sala r.a. berkata: Rasulullah saw. Bersabda: wahai sekalian manusia! Tebarkanlah
perdamaian, sambunglah tali persaudaraan, berilah makanan kepada orang lapar,
dan dirikanlah shalat malam di tengah manusia tidur nyenyak, engkau akan masuk
surga dengan selamat. (H.R. Tirmidzi)
Kedamaian dan
ketentraman adalah dambaan setiap orang. Dengan gemar bersedekah, menyambung
tali persaudaraan/bersilaturrahmi, dan mendirikan shalat malam di tengah orang
tidur nyenyak, kedamaian dan ketentraman hidup akan bisa didapatkan.
Sebagaimana
penjelasan di atas terdapat nilai-nilai sosial yang terkandung dalam sedekah,
nilai kepedulian, kebersamaan, pengakuan hak, egalitarianisme dan lain
sebagainya. Adapun cara untuk mengimplementasikan nilai-nilai sedekah dalam
pendidikan bisa melakukan cara sebagai berikut :
1) Penanaman
dasar-dasar kejiwaan yang mulia, seperti ketakwaan, ukhuwah islamiyah, kasih
sayang (rahmah), itsar (mementingkan orang lain daripada diri sendiri),
memaafkan, berani karena benar.
2) Pemeliharaan hak
orang lain. Membiasakan anak untuk menghargai dan menghormati hak-hak orang di
luar dirinya, seperti hak terhadap orang tua, hak terhadap teman, hak terhadap
tetangga, hak terhadap guru, hak terhadap orang yang lebih dewasa. Tujuan yang
ingin dicapai adalah agar pendidikan sosial bagi individu menjadi lebih
sempurna dan bermakna, sehingga masyarakat tumbuh di atas dasar saling
menolong, produktivitas, keterikatan yang kuat, akhlak yang luhur, serta saling
mencintai dan mengkoreksi secara konstruktif.
3) Melaksanakan
tatakrama sosial yang berlaku umum. Anak dibiasakan sejak dini untuk
menjalankan etika sosial secara umum, dibentuk atas dasar-dasar pendidikan yang
sebenarnya. Tujuannya, bila sudah dewasa dan dapat menangkap inti segala
masalah, ia dapat bergaul dengan sesamanya di tengah-tengah masyarakat dengan
kebaikan yang maksimal dan simpatik, dengan cinta yang utuh, dan budi pekerti
yang luhur. Etika yang bisa diajarkan diantaranyai etika makan dan minum, etika
mengucapkan salam, etika berbicara, etika menjenguk orang sakit dan etika-etika
yang lain
4) Kontrol dan
kritik sosial, anak dibiasakan untuk melakukan kontrol dan kritik sosial,
membina setiap orang yang bergaul dengannya, dan memberi nasihat kepada orang
yang menyimpang dari etika islam. Anak dibiasakan melakukan amar ma’ruf nahi
munkar (menyuruh kebaikan dan mencegah kejahatan), memerangi kerusakan dan
penyimpangan, dan memelihara nilai, idealisme dan moralitas yang baik.
Disamping itu,
sekolah juga dapat membantu memecahkan pengangguran dan kemiskinan, antara lain
dengan pembekalan peserta didik dengan mata pelajaran keterampilan, kesenian,
dan olah raga.
C. Penutup
1. Kesmpulan
Sadhaqah dalam
prespektif Islam yakni, bahwasanya pengertian sedekah sama dengan pengertian
infak, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Infak hanya berkaitan
dengan materi sedangkan sedekah memiliki arti luas, menyangkut hal yang
bersifat nonmaterial.
Sadhaqah dalam
prespektif iptek yakni menemukan hal baru yang bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat, jika masyarakat menggunakan hal baru tersebut, secara tidak
langsung pahala akan selalu mengalir secara terus-menerus.
Adapun
bahwasanya korelasi antara shadaqah dan iptek yakni dengan mengimplementasikan nilai-nilai
sedekah dalam pendidikan, bisa merealisasikannya seperti berikut ini:
1.
Penanaman dasar-dasar kejiwaan yang
mulia
2.
Pemeliharaan hak orang lain.
3.
Melaksanakan tatakrama sosial yang
berlaku umum.
4.
Kontrol dan kritik sosial, anak
dibiasakan untuk melakukan kontrol dan kritik sosial, membina setiap orang yang
bergaul dengannya, dan memberi nasihat kepada orang yang menyimpang dari etika
islam. Anak dibiasakan melakukan amar ma’ruf nahi munkar (menyuruh kebaikan dan
mencegah kejahatan), memerangi kerusakan dan penyimpangan, dan memelihara
nilai, idealisme dan moralitas yang baik.
2. Saran
Demikianlah
makalah yang dapat kami susun, semoga apa yang kami tulis dapat menambah
wawasan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Kami menyadari penyusunan dalam
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun sangant kami harapkan untuk memperbaiki makalah kami
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar, Taqiyyudin. Kifayatul
Akhyar Fii Ghayatil Ikhtishar, diterjemahkan oleh Syarifuddin Anwar. K.H,
Surabaya. CV. Bina Iman. 1995. Cet.II.
Bauer, Elsbeth. Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf. Jakarta. PT.
Grasindo. 2006.
Hafiduddin, Didin. Panduan Praktis tentang Zakat, Infaq dan Sedekah.
Jakarta.
Gema Insani Press. 1998.
Kholid. Shodaqoh memang Ajaib. Jakarta. Daarul Qoosim. cet.1.
2006.
Mansur, Yusuf. Allah Maha Pelindung,
Maka Engkau Gampang Siasati Krisis. Bandung. PT Karya Kita. 2008.
Muhammad bin Ismail Al-Amir
Ash-Shar’ani. As-Subul As-Salam
Syarah Bulughul Maram, diterjemahkan oleh M. Isnan, Ali Fauzan dan Darwis,
Subulus Salam-Syarah Bulughul Maram Jilid 2. Jakarta. Darus Sunnah
Press. cet. ke-2. 2008.
Quthb,Sayyid. Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an I, Jakarta. Gema Insani.
2000.
Subiyanto, Achmad. Shadaqah, Infak
dan Zakat sebagai instrumen untuk membangun Indonesia yang bersih dan benar.
Jakarta. Yayasan Bermula dari Kanan. 2004.
Yunus, Mahmud. Kamus Arab Indonesia. Jakarta. Hidakarya Agung.
1990.
http://sriibnusyah.blogspot.co.id/2011/01/sedekah-sebagai-penghapus-kesenjangan.html(Selasa/24/11/15).
Disusun oleh: Amalia Nur Hanifah, Ahmad Ali Sadad, dan Zulfa Hidayah
Editor: Tomy Muhlisin Ahmad
[1]
Yusuf mansur, Allah Maha Pelindung, Maka Engkau Gampang Siasati Krisis,
(Bandung:PT Karya Kita, 2008), hlm. 23
[2] Didin Hafiduddin, Panduan
Praktis tentang Zakat, Infaq dan Sedekah, (Jakarta: Gema Insani Press,
1998), Cet. 1, hlm. 15.
[3] [4] Sayyid Quthb, Tafsir Fi
Zhilalil-Qur’an I, (Jakarta: Gema Insani, 2000), hal. 360.
[4] Muhammad bin Ismail Al-Amir
Ash-Shar’ani, As-Subul As-Salam Syarah Bulughul Maram, diterjemahkan oleh M.
Isnan, Ali Fauzan dan Darwis, Subulus Salam-Syarah Bulughul Maram Jilid 2,
(Jakarta: Darus Sunnah Press, cet. ke-2, 2008), hlm, 70.
[5] Sayyid Quthb, Tafsir Fi
Zhilalil-Qur’an I.............., hlm. 360.
[6] Achmad Subiyanto, Shadaqah,
Infak dan Zakat sebagai instrumen untuk membangun Indonesia yang bersih dan
benar, (Jakarta: Yayasan Bermula dari Kanan, 2004) hlm. 27.
[7] Kholid bin Sulaiman, Shodaqoh
memang Ajaib, .........hlm. 57.
[8] Imam Taqiyyudin Abu Bakar bin
Muhammad Alhusaini, Kifayatul Akhyar Fii Ghayatil Ikhtishar, diterjemahkan
oleh Syarifuddin Anwar, K.H, (Surabaya: CV. Bina Iman, 1995), Cet.II, hlm.
455.
[9]http://sriibnusyah.blogspot.co.id/2011/01/sedekah-sebagai-penghapus-kesenjangan.html(Selasa/24/11/15).
[10]http://sriibnusyah.blogspot.co.id/2011/01/sedekah-sebagai-penghapus-kesenjangan.html(Selasa/24/11/15).
[11]http://sriibnusyah.blogspot.co.id/2011/01/sedekah-sebagai-penghapus-kesenjangan.html(Selasa/24/11/15).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar