Ayo Sinau...!!!

Rabu, 15 Oktober 2014

Makalah Karya Tulis Ilmiah: Membangun Karakter Sejak Dini untuk Mendasari Anak Cerdas secara Spiritual, Emosional dan Intelengensy yang Berbasis Kearifan Lokal di Desa Perboto

MEMBANGUN KARAKTER SEJAK DINI UNTUK MENDASARI ANAK CERDAS SECARA SPIRITUAL, EMOSIONAL DAN INTELENGENSY YANG BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI DESA PERBOTO


Oleh:
Tomy Muhlisin Ahmad

Dosen Pengampu : Agus Setiyono, M. Ag, M. Pd.





BAB I. PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG

Pentingnya pendidikan karakter pada usia dini yang diberikan oleh orang tua yang berbasis pada kearifan lokal dapat menumbuhkembangkan anak menjadi cerdas secara intelektual, spiritual, dan emosial yang lebih insan dan berkarakter.
            Golden age yaitu sebuah masa keemasan usia seorang anak dimana periode masa keemasan ini hanya datang satu kali saja seumur hidup yang tidak dapat diulang lagi. Karena pentingnya usia emas ini pemberian pengalaman dan didikan karakter pada seorang anak dari orang tua maupun guru di sekolah sangatlah penting karena dapat membekas yang sangat kuat dan tahan lama dalam pribadi anak. Dan pada tingkat perkembangan selanjutnya karakter anak berkembang kearah yang lebih baik dan semakin kuat.
            Menurut Vigotskyl, aktivitas mental yang tinggi pada anak dapat terbentuk melalai interaksi dengan orang lain. Pembelajaran yang berkarakter akan menjadi pengalaman yang bermakna bagi anak jika ia dapat melakukan sesuatu (baik itu merubah atau mengikuti) atas lingkungannya. Karakter itu sama dengan akhlak dalam pandangan Islam, dan sebagai penanda bahwa seorang itu layak atau tidak layak disebut manusia, dan pendidikan karakter itu adalah tugas semua orang. Seperti yang dilakukan di Desa Perboto khususnya orang tua sangatlah berperan besar dalam mendidik seorang anak, membimbing anaknya sesuai keinginannya tetapi dengan dibimbing secara ketat yang berbasis kearifan lokal yang islami yaitu berbudi pekerti, dan berakhlak mulia. Dengan demikian pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), dan pikiran (intelect) yang merupakan wahana utama untuk menumbuhkembangkan karakter yang baik, maka dapat dikatakan bahwa keberhasilan pendidikan karakter sangat ditentukan oleh para orang tua, lingkungan dan guru.[1]
           
           
B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apa itu karakter dan pendidikan karakter?
2.      Seberapa penting membangun karakter pada usia dini untuk menjadi seorang yang berkarakter?
3.      Bagaimana membangun dan menumbuhkan karakter yang bernuansa Islami di Desa Perboto?


BAB II. PEMBAHASAN

1.      PENGERTIAN KARAKTER DAN PENDIDIKAN KARAKTER

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang , bepikir, bersikap dan bertindak. Menurut Prof Suyanto Ph.D karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.[2]
Pendidikan karakter merupakan segala upaya yang dilakukan oleh pendidik untuk mengajarkan kebiasaan cara berfikir dan berperilaku yang membantu anak untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat dan bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggung-jawabkan, karakter juga dapat diistilahkan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Sedangkan kata berkarakter diterjemahkan sebagai mempunyai tabiat, mempunyai kepribadian, sikap pribadi yang stabil hasil proses konsolidasi secara progesif dan dinamis, integrasi pernyataan dan tindakan.
Menurut Mulyasa, bahwa pendidikan karakter adalah upaya membantu perkembangan jiwa anak-anak, baik batin maupun lahir, dari sifat kodratnya menuju ke arah peradaban yang manusiawi dan lebih baik. Karakter diartikan sebagai nilai-nilai yang unik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat kebaikan, dan nyata berkehidupan baik) yang terpatri dalam diri dan terejewantahkan dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan olah karsa, serta olah raga seseorang yang merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan hidup.
Barnawi dan Arifin mendefinisikan pendidikan karakter sebagai sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat memberikan konstribusi yang positif kepada lingkungan. Sehingga dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, serta pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan anak didik untuk memberikan keputusan baik maupun buruk, memelihara apa yang baik, mewujudkan, dan menebar kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Pendidikan karakter menurut Koesoema yang pertama kali dicetuskan oleh pedagog Jerman Foerster (1869-1966), yaitu pendidikan yang menekankan dimensi etis-spiritual dalam proses pembentukan pribadi. Gerakan pembebasan dari determinisme natural menuju dimensi spiritual, bergerak dari formasi personal yang lebih didominasi pendekatan psikologis-sosial menuju cita-cita humanisme yang mengandung dimensi kultural dan religius. Hal tersebut selaras dengan pandangan Langgulung yang mengutamakan aspek etis spiritual, bahwa pendidikan mencangkup dua kepentingan utama, yaitu pengembangan potensi individu dan pewarisan nilai-nilai budaya. Kedua hal ini berkaitan erat dengan pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa itu masing-masing. Pandangan hidup yang merupakan jati diri berisi nilai-nilai yang dinggap sebagai sesuatu secara ideal.
Menurut Cronbach menjelaskan karakter dalam perspektif psikologi bahwa karakter sebagai satu aspek dan kepribadian terbentuk oleh kebiasaan (habits) dan gagasan atau ide yang keduanya tidak dapat dipisahkan, adapun tiga unsur yang terkait dengan pembentukan karakter, yaitu keyakinan (beliefs), perasaan (feelings), dan tindakan (actions). Unsur-unsur tersebut saling ada keterkaitan satu dengan yang lainnya. Jadi untuk mengubah karakter seseorang harus melakukan penataan ulang terhadap unsur-unsur kepribadian tersebut. Bentuk dan nilai kehidupan yang terbaik adalah kebijaksanaan dalam menentukan pilihan-pilihan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika seseorang dihadapkan pada pilihan perbuatan yang baik bagi sesama, maka karakter orang baik adalah orang yang berupaya melakukan perbuatan yang baik bagi orang lain dan juga bagi dirinya. Sebaliknya, perilaku karakter yang buruk adalah perbuatan yang  dilakukan oleh seseorang tetapi pelaku tersebut tidak peduli akibat yang ditimbulkan oleh tindakannya terhadap orang lain.\
Lickona mengemukakan bahwa karakter terbagi dalam tiga aspek yang saling berhubungan, yakni moral knowing, moral feeling, dan moral behavior. Oleh karena itu karakter seseorang yang dipandang baik harus memenuhi tiga keinginan aspek, yakni mengetahui hal yang baik (knowing the good), ada keinginan terhadap hal yang baik (desiring the good), dan melakukan hal yang baik (doing the good). Sehingga hal tersebut akan menjadi kebiasaan berfikir (habits of the mind), kebiasaan merasa (habits of heart), dan kebiasaan bertindak (habits of action). Pandangan ini didasarkan pada filosuf Yunani, Aristoteles, yang menyatakan bahwa sebuah karakter dikatakan baik, jika keseluruhan performance seseorang yang baik moral knowing, moral feeling, dan moral action.[3]


2. PENTINGNYA MEMBANGUN KARAKTER PADA USIA DINI UNTUK MENJADI SEORANG YANG BERKARAKTER

Pendidikan karakter pada anak usia dini, dewasa ini sangat diperlukan dikarenakan pada saat ini Bangsa Indonesia sedang mengalami krisis karakter dalam diri anak bangsa, khususnya di Desa Perboto. Berbagai permasalahan yang melanda di Desa tersebut be­la­kangan ini dikarenakan anak-anak remaja sekarang ini nilai moralnya kurang mencerminkan sebagai anak bangsa, karena jauhnya pendidikan karakter sejak usia dini oleh orang tua. Se­hingga pendidikan karak­ter menjadi sangatlah penting belakangan ini.
Pendidikan karakter dinilai sangat penting untuk dimulai pada anak usia dini karena pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur terutama didasarkan pada agama yang baik oleh orang tuanya. Sebab falsafah menanam sekarang menuai hari esok adalah sebuah proses yang harus dilakukan dalam rangka membentuk karakter anak. Pada usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age) terbukti sangat menen­tukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya diusia tersebut.
Sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertum­buhan karakter anak. Setelah keluar­ga, di dunia pendidikan karakter ini sudah harus menjadi ajaran wajib sejak sekolah dasar. Di Desa Perboto sendiri adanya pendidikan karakter berupa kegiatan mengaji yang dilakukan setiap habis maghrib di setiap harinya, yang para pesertanya adalah anak-anak kecil sampai dewasa sehingga dapat menanamkan dasar agama yang baik pada anak-anak di Desa Perboto. Tidak hanya kegiatan mengaji saja, di lingkungan Desa Perboto juga dikembangkan suatu nilai budaya kepada anak-anak untuk ikut mengembangkan dan melestarikan warisan-warisan nenek moyang seperti Imblik yaitu sejenis kebudayaan kuda lumping, anak-anak maupun dewasa dilatih setiap seminggu sekali pada malam minggu. Selain itu ada juga Lenggeran, Pentulan dll.


3. MEMBANGUN DAN MENUMBUHKAN KARAKTER YANG BERNUANSA ISLAMI
Albert Einstein, seorang ilmuan terbesar abad ke-20 menyatakan, “Relegion without science is lame and science without relegion is blind”, agama tanpa ilmu adalah pincang dan ilmu tanpa agama adalah buta. Kalimat ini menunjukkan bahwa, betapa pentingnya ilmu dan agama yang saling berhubungan. Untuk membangun dan menumbuhkan karakter yang bernuansa Islami di Desa Perboto, hal yang utama adalah keluarga yakni peran yang paling penting pengaruhnya terhadap karakter seseorang anak. Tetapi kebanyakan orang zaman sekarang sesuai kenyataan adalah sebaliknya, banyak orang tua tidak memenuhi peran mereka yang utama dalam pembentukan karakter.[4]
Membangun dan menumbuhkan karakter yang bernuansa Islami yang berbasis pada kebudayaan lokal terutama peran orang tua yang mengajarkan tata krama terhadap anak-anaknya, pendidikan ini lebih mengakar kuat pada anak jika pendidikan tata krama yang dilakukan oleh orang tuanya sejak dini. Tata krama lebih penting daripada undang-undang.[5]
Basis pendidikan karakter yang dilaksanakan dalam proses pendidikan menurut Khan (2012: 2) ada empat, yaitu: a). Pendidikan karakter berbasis nilai religius yang bersumber dari wahyu Tuhan, b). Pendidikan karakter berbasis nilai budaya, c). Pendidikan karakter berbasis lingkunagn, d). Pendidikan karakter berbasis potensi diri. Berdasarkan empat basis pendidikan karakter tersebut, dapat dikatakan bahwa nilai-nilai agama yang bersumber dari wahyu Tuhan sebagai dasar ajaran agama menjadi basis yang sangat penting, sebagaimana pentingnya kedudukan sila pertama dari Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang dijadikan panutan sila-sila lainnya (BP7, Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila, 1992).
Secara umum nilai-nilai karakter pada dasarnya bersumber dari budaya dan agama. Budaya diartikan sebagai hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang bersumber dari akal budi, bahasa dan raga manusia (Alisjahbana, 1975: 6-9). Nilai-nilai kebudayaan Indonesia asli dikuasai oleh nilai agama yang diikuti oleh nilai solidaritas dan niali kesenian, sedangkan nilai kuasa, nilai ekonomi dan nilai ilmiah dipandang lemah (Alisjahbana, 1975: 18-19).
Dalam konteks nilai agama yang dijadikan karakter utama umat Islam adalah moralitas, bahwa kemajuan dan ketinggian budaya masyarakat amat ditentukan oleh ketinggian akhlaknya yang tidak dapat dilepaskan dari pemahaman, pengkhayatan, dan pengalaman.
Menurut Sijn karakter dasar adalah pemenuhan kewajiban, keadilan, persamaan, kasih sayang, kebebasan, suka menolong, ikhlas, jujur, menepati janji, bertanggung jawab, semangat dalam kebaikan, dan sebagainya. Adapun inti dari karakter tersebut adalah selaku berlaku baik, meninggalkan perbuatan buruk, mengajak berbuat baik dan mencegah berbuat buruk, serta membatu orang lain dalam melakuakan perbuatan baik tersebut. Bimbingan kepada anak untuk mengarahkan potensi diri yang dimilikinya kearah yang baik, sehingga kebiasaaan-kebiasaan baik tersebut melekat pada dirinya yang harus dilaksanakan terus-menerus semenjak anak masih kecil oleh guru maupun orang tua di rumah. Pada dasarnya anak itu memiliki potensi diri yang baik oleh karena itu berusaha untuk menumbuhkembangkan potensi diri anak tersebut dan menghindarkan pengaruh perbuatan buruk agar menjadi manusia yang berkarakter sempurna.[6]


BAB III. PENUTUP

Pentingnya pendidikan karakter pada usia dini yang diberikan oleh orang tua yang berbasis pada kearifan lokal dapat menumbuhkembangkan anak menjadi cerdas secara intelektual, spiritual, dan emosial yang lebih insan dan berkarakter.
Pendidikan karakter dinilai sangat penting untuk dimulai pada anak usia dini karena pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur terutama didasarkan pada agama yang baik oleh orang tuanya. Pada usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age) terbukti sangat menen­tukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya diusia tersebut.
Membangun dan menumbuhkan karakter yang bernuansa Islami yang berbasis pada kebudayaan lokal terutama peran orang tua yang mengajarkan tata krama terhadap anak-anaknya.


 
DAFTAR PUSTAKA

Darmuin, 2013, Konsep Dasar Pendidikan Karakter Taman Kana-kanak, Semarang: Pustaka Zaman.

Lickona, Thomas, Pendidikan Karakter, Bantul: Kreasi Wacana, 2012.

http://sdnegerimoro.blogspot.com/2013/11/pentingnya-pendidikan-karakter-pada.html, diakses pada tanggal 10 Oktober 2014, pukul 20:12 WIB.




[1] Darmuin, Konsep Dasar Pendidikan Karakter Taman Kana-kanak, Semarang: Pustaka Zaman, hlm. 7.
[2] http://sdnegerimoro.blogspot.com/2013/11/pentingnya-pendidikan-karakter-pada.html, diakses pada tanggal 10 Oktober 2014, pukul 20:12 WIB

[3] Darmuin, Konsep Dasar Pendidikan Karakter Taman Kana-kanak, Semarang: Pustaka Zaman, hlm. 66-71
[4] Thomas Lickona, Pendidikan Karakter, Bantul: Kreasi Wacana, hlm. 77.
[5] Ibid. hlm. 203
[6] Darmuin, Konsep Dasar Pendidikan Karakter Taman Kana-kanak, Semarang: Pustaka Zaman, hlm. 81-85.

Tidak ada komentar: