KUNCI EMAS ENTREPRENEURSHIP
Oleh: Tomy Muhlisin Ahmad
I.
PENDAHULUAN
Hadis Nabi saw. menyebutkan “sembilan dari sepuluh pintu rezeki ada dalam perdagangan”, sudah jelas bahwa 1400 tahun yang lalu
beliau sebagai seorang pengusaha yang sukses sudah membuktikan bahwa aktivitas
wirausaha banyak menimbulkan keuntungan yang banyak dari pada kegiatan ekonomi
yang lainnya.
Namun mind set
kebanyakan manusia hanya ingin hidup tanpa resiko dan menjadi passenger, hanya sekitar 2% dari mereka
yang mau keluar dari sangkar emas mereka, menjadi seorang driver.[1] Tidak mudah memang menjadi
seorang driver harus siap dan dalam
kondisi terjaga.
Di dalam bukunya, Self Driving, Rhenald Kasali; Doktor lulusan University of Illinois
di Urbana dan Champaign USA, menyebutkan mereka para pengusaha sekaligus orang
kaya itu bekerja menggunakan tangan orang lain, sedangkan orang miskin bekerja
menggunakan tangannya sendiri.[2]
Tanpa disadari, fakta menunjukkan kecerdikkan seorang yang melakukan dunia kewirausahaan.
Tidak jarang, banyak pengusaha yang berhenti di
tengah jalan atau gulung tikar, karena mind
set-nya masih seperti passenger yang
hanya mengalkulasi untung-rugi, takut akan kemiskinan, dan besar pendapatan yang
akan diterima. Berfikir demikian membuat berhadapan dengan satu kali masalah
akan jatuh ke lubang dan is dead!, tidak kritis lagi tapi langsung mati. Di
sisi lain yang perlu diketahui menjadi seorang pengusaha adalah memberikan
lapangan pekerjaan, kemanfaatan, menggaji bukan untuk digaji, tidak lain karena
ada sikap dan sifat spiritualitas yang tertanam dalam jiwa seorang enterpreneur.
Mayoritas orang China (komunis) mereka terkenal di
dunia karena ulet, gigih, dan kerja kerasnya. Tidak mengherankan jika ekonomi
raksasa mereka sudah menggurita ke seluruh dunia, produk-produk mereka sudah
membanjiri ke berbagai negara. Kesuksesan tersebut cukup beralasan, karena
mereka berprinsip tidak mau menjadi seorang passenger,
bangga menjadi seorang bos walaupun pendapatannya sangat kecil, daripada
menjadi karyawan yang dibayar mahal.
Lebih jelasnya akan dibahas pada pembahasan
selanjutnya, hal ini mengacu pada rumusan masalah, yaitu pengertian kewirausahaan,
beberapa hal mengenai kunci emas seorang enterpreneur
dalam menjalankan wirausahanya.
II.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kewirausahaan
Dr. Basrowi
dalam bukunya Kewirausahaan untuk
Perguruan Tinggi, mengatakan kewirausahaan berasal dari kata wira yang berarti pejuang, pahlawan,
manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani, berwatak agung dan usaha berarti perbuatan amal, bekerja,
berbuat sesuatu. Jadi, wirausaha adalah pejuang atau pahlawan yang berbuat
sesuatu,[3]
dalam mengambil tindakan dan resiko yang mengarah pada tindakan atau kegiatan ekonomi
di masyarakat.
Lampiran
Kepututusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusahan Kecil, mendefinisikan
wirausaha adalah orang yang mempunyai semangat, sikap, perilaku dan kemampuan
kewirausahaan; sedangkan kewirausahaan ialah semangat, sikap, perilaku, dan
kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada
upaya mencari, menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi, dan produk
baru dengan meningkatkan efisienssi dalam rangka memberikan pelayanan yang
lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.[4]
Dikutip dari journal
Siswoyo, dkk menyebutkan enterpreneurship adalah suatu proses kreativitas dan inovasi yang mempunyai resiko tinggi untuk
menghasilkan nilai tambah bagi produk yang bermanfaat bagi masyarakat dan mendatangkan kemakmuran bagi wirausahawan. Kewirausahaan merupakan kemampuan melihat dan menilai peluang bisnis serta kemampuan mengoptimalkan sumber daya dan mengambil tindakan dan risiko dalam rangka menyukseskan bisnisnya. Berdasar definisi ini kewirausahaan itu dapat
dipelajari oleh setiap individu yang mempunyai keinginan, dan
tidak hanya didominasi individu yang berbakat saja.[5]
B.
Kunci
Emas Entrepreneur
1.
Memiliki
Spiritual dan Religiusitas Enterpreneurship
Dalam journalnya
Agneta Schreurs, mendefinisikan spiritualitas sebagai hubungan personal
sesorang terhadap sosok transenden[6].
Spiritual mencangkup inner life individu,
idelisme, sikap, pemikiran, perasaan, dan pengharapannya kepada Yang Mutlak.
Spiritualitas mencangkup bagaimana individu mengekspresikan hubungannya dengan
sosok transenden tersebut dalam kehidupannya sehari-hari.[7]
Kepercayaan akan adanya kekuatan yang besar di luar dirinya dan kesadaran
manusia akan adanya relasi dengan Tuhan.
Dr. Abdul Jalil
dalam bukunya Spiritual Enterpreneurship, mengatakan penelitian Patricia,
Hendricks-Kate, dkk membuktikan bahwa spiritualitas memiliki andil besar
terhadap kesuksesan bisnis seseorang.[8]
Hal ini dibuktikan banyaknya masalah-masalah yang muncul dalam dunia wirausaha
yang pada akhirnya bertemu dan sampai pada titik spiritualitas manakala
berhadapan dengan kesulitan yang kompleksitas. Kemajuan ekonomi khususnya
industri membawa efek samping yang sangat luar biasa, seperti mekanisasi,
kecurangan, kerusakan alam, stress, ketimpangan, untung-rugi, dan lain
sebagainya, sehingga menuntut manusia mengalami proses dehumanisasi. Di mana
manusia membutuhkan asupan untuk jiwanya yaitu spiritualitas.
Spiritualitas
tidak lagi terkungkung oleh aturan-aturan formal yang malah memberi peluang
untuk berbuat curang, namun bermain dengan aturan-aturan moral, etika, dan
kemanusiaan yang bermuara pada keadialan dan kejujuran.[9]
Spiritual berhubungan erat dengan perasaan seseorang dengan Tuhan, atau apapun
yang bersifat transenden. Berbeda dengan agama yang dicirikan dengan
kepercayaan, praktik dan institusi.
Bagi pengusaha
yang sukses pasti tidak terlepas religiusitas, mereka yang lepas dari agama
pasti dalam hidupnya cenderung tidak stabil dan garing dalam menjalani hidup. Sekali saja menghadapi masalah maka
akan cepat mudah down karena hatinya
tidak pernah dikasih makan. Salah satu solusinya adalah do’a, sebagai motivasi
diri untuk melakukan kegiatan usaha[10].
Sebagaimana firman Allah swt.
“Dan Tuhanmu
berfirman, ‘berdo’alah kepada-Ku, niskaya akan Ku perkenankan kepadamu,
sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (berdo’a
kepada-Ku) akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina’” (QS.
Al-Mu’minun: 60)
Jadi, ayat di
atas menerangkan bahwa do’a dan kesuksesan bagaikan dua sisi mata uang yang
tidak dapat dipisahkan. Sebagai seorang muslim yang memiliki peradaban yang
lengkap, percaya terhadap do’a adalah suatu keharusan yang tidak dapat
ditinggalkan. Karena pada dasarnya kesuksesan tidak lain karena campur tangan
Tuhan.
Kemudian salah
satu kunci sukses seorang pengusaha adalah sedekah. Dalam al-Qur’an al-Baqarah:
261:
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh)
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang ia kehendaki dan Allah
Mahaluas (karunai-Nya) lagi Mahamengetahui.”
Sudah jelas
bahwa bagi siapa saja yang ingin dilipatgandakan hartanya, kuncinya adalah
sedekah.
2.
Menjadi
Driver bukan Passanger
Tidak ada yang
membantah Indonesia sebagai negara yang kaya raya akan sumber daya alam,
tanahnya subur makmur gemah ripah loh
jinawi toto tentrem kerto raharjo, tanahnya tanah surga, tongkat dilempar
jadi tanaman, kolamnya kolam susu. Namun negara ini memiliki sekitar 40 juta
rakyat miskin dan lebih dari 9 juta pengangguran.[11]
Jadi pertanyaannya apa yang salah dengan Indonesia?, jawabannya yaitu sumber
daya manusianya yang masih jauh dari kualitas. Hampir semua pendidikan di
Indonesia menghasilkan sarjana-sarjana bermental karyawan, sehingga setelah
mereka lulus dalam mind set-nya yaitu
bagaimana caranya mencari pekerjaan atau sudah nyaman dengan tawaran pekerjaan
setelah lulus, bukan malah bagaimana menciptakan lapangan pekerjaan.
Menjalani
kehidupan sebagai seorang Driver berarti
bertarung menghadapi tantangan dan perubahan[12]
layaknya seorang sopir dalam hal ini pengusaha yang memiliki resiko sangat
besar baik untuk dirinya sendiri maupun penumpangnya. Sebaliknya, untuk menjadi
penumpang maka boleh mengantuk, tertidur, tidak perlu arah jalan, bahkan tidak
perlu merawat kendaraannya.
Lebih penting
lagi yaitu seorang driver juga harus
memiliki strategi, diambil dari bukunya Prof. Winardi, Strickland
mendefinisikan strategi yaitu terdiri dari tindakan-tindakan dan
pendekatan-pendekan bisnis yang diterapkan oleh pihak manajemen guna mencapai
kinerja keorganisasian yang ditetapkan sebelumnya.[13] Dikatakan
oleh Michael Porter dalam buku Manajemen Strategis, bahwa alasan mengapa
perusahaan-perusahaan berhasil atau gagal, mungkin ada pada pertanyaan utama
dalam strategi.[14]
Karena sebuah peruhaan akan bertahan tergantung pada strategi dan menajemen
yang digunakan, baik itu pemasaran, produk, dan lain sebagainya.
3.
Memiliki
Sifat Kreativitas dan Inovasi yang Tinggi
Kata kreatif
secara sederhana berarti menciptkaan hal-hal yang baru, sedangkan inovasi ialah
penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal
sebelumnya baik berupa gagasan, metode, maupun alat.[15]
Menurut Dr.
Suryana dalam bukunya berjudul Kewirausahaan
Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju Sukses, menyebutkan kreativitas
berarti hadirnya suatu gagasan baru. Sedangkan inovasi adalah penerapan secara
praktis gagasan yang kreatif.[16]
Adanya keterbukaan dalam pengalaman, melihat sesuatu dengan cara yang tidak
biasa, dan keingintahuan yang tinggi.
Mempunyai cara
pandang yang berbeda, seorang entrepreneur
selalu memandang masalah, kesulitan, keadaan lingkungan sekitar, perubahan trend dan kejadian yang sedang
dihadapinya saat ini, untuk memunculkan kreativitas guna menciptakan ide-ide bisnis dan konsep bisnis
yang memiliki prospek cukup cerah. Selain itu segala kejadian yang ada di
sekitarnya menjadi ide bagi mereka, selanjutnya dijadikan sebagai peluang
usaha baru.
Seorang pengusaha
dituntut memiliki daya kreativitas dan inovasi yang tinggi akibat kompetisi
yang semakin keras. Kondisi seperti inilah yang mengharuskan pengusahawan
mencari ide atau gagasan yang baru. Negara-negara maju mulai menyadari dengan
kiblatnya perekonomian negara Barat menuju Asia harus lebih mengandalkan sumber
daya manusia yang kreatif dan inovatif tinggi.[17]
Contohnya seperti negara Tiongkok yang produk-produk murahnya membanjiri
negara-negara lain, kemudian ada efisiensi negara Jepang sebagai negara paling
inovatif di dunia.
Ekonomi kreatif
adalah manifestasi dari semangat bertahan hidup melalui penciptaan iklim
ekonomi yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan
dan tak terbatas. Sumber daya yang dimaksud ialah ide, talenta, dan
kreativitas.[18]
Fenomena kehidupan sehari-hari, misalnya saja harga singkong yang dijual dari
petani per kilonya Rp 500; jika singkong ini dibuat tape, harganya meningkat
menjadi Rp 5.000; jika dibuat menjadi gethuk goreng, harganya naik menjadi Rp
10.000; dan jika dibuat ceriping singkong, harganya naik menjadi Rp 20.000, di
sisi lain kemasan, rasa, warna, dan sebagainya akan mempengaruhi harga jualnya.
Perbedaan harga Rp 500 menjadi Rp 20.000 terletak pada kreativitas dan inovasi
seorang pengusaha.
4.
Terus
Belajar
Ada hadis Nabi
saw. menyebutkan “Barangsiapa yang dua
harinya (hari ini dan kemarin) sama maka ia telah merugi, ...” (HR.
Al-Baihaqiy), manusia sifatnya dinamis, selalu mengalami perubahan bahkan alam
pun demikian. Dari sabda Rasul saw. tersebut menerangkan bahwa bagi siapa saja melewati
satu hari tanpa perubahan atau kemajuan berarti orang tersebut mengalami
kerugian.
Terus belajar
dari kegagalan usaha, bagi seorang pengusaha sejati, ia mengatakan failure is my best friend, semakin banyak kegagalan maka semakin habis
kuota gagalnya dan semakin dekat dengan kesuksesan yang siap diraih, tidak lain
seperti piramida yang di bawahnya adalah kegagalan, semakin ke atas semakin
sedikit kegagalannya dan pada ujungnya adalah kesuksesan.
Sifat yang harus
dimiliki seorang entrepreneur salah
satunya adalah pantang menyerah. Jika menemukan jalan buntu, maka tidak akan
diam begitu saja. Yang perlu dilakukan adalah mengambil jalan lain, karena ada
pepatah; banyak jalan menuju Roma, ada satu kesulitan terdapat dua kemudahan.
Tidak jatuh pada
lubang yang sama, karena experience is
the best teacher, semakin banyak menemukan hambatan maka semakin banyak
belajar, karena seorang yang terjun di bidang wirausaha tidak hanya modal nekad
saja, tetapi harus ditunjang dengan ilmu dan skill yang memadai. Orang yang tidak mau belajar atau menuntut
ilmu, pikirannya sempit dan cenderung tidak ada inisiatif. Lebih bersifat
pragmatis dan instan untuk mencapai keinginannya[19]
untuk sukses bahkan tidak berkembang sama sekali. Kemudian penyakit malas akan
timbul pada dirinya. Akibatnya berhenti di tengah jalan, menjadi pengganguran
dan menyusahkan orang lain.
5.
Memiliki
Mimpi Besar
Seorang entrepreneur selalu
memiliki mimpi besar, mereka mulai menjalankan bisnisnya karena adanya motivasi
untuk mencapai mimpi besar mereka. Mimpi yang mereka miliki, menjadi tujuan
dari semua usaha yang dilakukannya. Sehingga dalam mengambil keputusan, seorang
entrepreneur akan menyesuaikannya dengan mimpi yang dimilikinya. Jadi segala
peluang usaha yang dijalankannya akan lebih terarah, dan berhasil mencapai
kesuksesan. Mimpi seorang entrepreneur bukan sekedar menjadi seorang pegawai,
namun ia memiliki cita-cita besar untuk menciptakan lapangan kerja baru yang
dapat memberdayakan masyarakat.
6.
Pandai
Mengatasi Ketakutannya
Banyak orang yang masih takut untuk
mengambil resiko, namun hal ini tidak berlaku bagi seorang entrepreneur. Mereka
pandai dalam mengelola ketakutannya dan menumbuhkan keberanian untuk
meninggalkan segala kenyamanan yang ada, serta memilih menghadapi sebuah
resiko. Namun keberanian untuk menghadapi resiko tetap disertai dengan
perhitungan yang matang. Sehingga seorang entrepreneur bukan hanya berani nekat
saja, tetapi juga berani bertanggungjawab atas keputusan yang telah
diperhitungkannya.
7.
Menyukai
Tantangan
Banyak orang yang memilih untuk
bertahan di zona nyaman, namun seorang entrepreneur tidak suka berlama-lama
dengan kegiatan yang monoton. Dia lebih suka menggunakan kreativitasnya untuk
menjadikan tantangan yang dihadapinya menjadi peluang bisnis yang menguntungkan.
Bahkan banyak entrepreneur yang menganggap tantangan adalah peluang bagi
mereka.
8.
Mempunyai
Keyakinan yang Kuat
Ciri yang keenam ini yang sering
dilupakan oleh orang lain. Entrepreneur memiliki keyakinan bahwa sebenarnya
kegagalan itu tidak ada. Bagi mereka yang ada hanya rintangan besar, sangat
besar dan rintangan kecil. Kegagalan hanya muncul pada orang yang tidak
berusaha mencari jalan keluar dari masalahnya. Namun dengan menganggap bahwa
semuanya hanya rintangan, entrepreneur selalu optimis bahwa semua rintangan
bukan akhir dari segalanya dan pasti ada jalan keluar untuk menghancurkan
rintangan tersebut.
9.
Selalu
Mencari yang Terbaik
Selalu berusaha untuk melakukan
yang terbaik guna memberikan hasil yang terbaik pula bagi para konsumennya. Itu
yang selalu ada dalam diri seorang entrepreneur, mereka
cenderung perfectionist. Karena mereka memiliki tujuan untuk mencari cara
yang terbaik agar konsumennya tidak merasa kecewa dengan pelayanan yang telah
diberikannya.
10. Disiplin Waktu
Kedisiplinan
menjadi hal penting bagi seorang entrepreneur, bagi mereka waktu yang terbuang
sama halnya melewatkan sebuah peluang besar untuk mendapatkan keuntungan. Maka
benar adanya jika ada pepatah yang mengatakan “time is money” karena dengan membuang waktu sama halnya dengan
melewatkan begitu saja peluang untuk mendapatkan penghasilan. Oleh sebab itu
seorang entrepreneur selalu disiplin dalam segala hal, untuk mencapai target
yang mereka tentukan.
III. PENUTUP
Demikian makalah
ini kami susun dengan secermat-cermatnya. Penulis menyadari dalam makalah ini
masih banyak sekali kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Tak ada gading yang
tak retak. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dan kontruktif
sangat diharapkan penulis demi kesempurnaan karya ilmiah selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat dijadikan sumber referensi dan bermanfaat bagi pembaca yang
budiman, Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Agneta Schreurs, “Spiritual
Relationship as an Analytical Instrument in Psychotheraphy with
Religious
Patients”, dalam Journal of Philosophy,
Phychiatry, and Psychology – Vol. 13, no. 3, September 2006.
Barnawi
& Mohammad Arifin. 2012. Schoolpreneurship:
Membangkitkan Jiwa dan Sikap
Kewirausahaan Siswa. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media.
Basrowi.
2014. Kewirausahaan untuk Perguruan
Tinggi. Bogor: Ghalia Indonesia.
J. David Hunger &
Thomas L. Wheelen. 2003. Manajemen
Strategis. Yogyakarta: Andi.
Jalil, Abdul. 2013. Spiritual Enterpreneurship: Transformasi
Spiritualitas Kewirausahaan.
Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.
Hasan,
Abdillah F. 2013. Miskin is Boring. Yogyakarta:
Mutiara Media.
Kamus Besar Bahasa
Indonesia Offline 1. 5. 1.
Kasali, Rhenald. 2014. Self Driving: Menjadi Driver atau Passenger?.
Bandung: Mizan.
Siswoyo,
Bambang Banu, and B. Bambang. "Pengembangan Jiwa Kewirausahaan di
Kalangan
Dosen dan Mahasiswa." Jurnal
Ekonomi Bisnis14.2 (2009).
Suryana.
2011. Kewirausahaan, Pedoman Praktis:
Kiat dan Proses Menuju Sukses Edisi III.
Jakarta:
Salemba Empat.
Tejo
Nurseto. "Pendidikan Berbasis Entrepreneur." Jurnal Pendidikan Akuntansi
Indonesia 8.2
(2010).
Winardi,
J. 2008. Entrepreneur dan
Entrepreneurship. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
[1] Rhenald Kasali, Self Driving: Menjadi Driver atau Passenger?,
Cet. II, (Bandung: Mizan, 2014), hlm. 28.
[2] Rhenald Kasali, Self Driving: Menjadi Driver atau Passenger?,
..., hlm. 188.
[3] Basrowi, Kewirausahaan untuk Perguruan Tinggi, Cet. II, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2014), hlm. 1.
[4] Keputusan Menteri Koperasi dan
Pembinaan Pengusahan Kecil Nomor 961/ KEP/ M/ XI/ 1995.
[5] Siswoyo, Bambang Banu, and B.
Bambang. "Pengembangan Jiwa Kewirausahaan di Kalangan Dosen dan
Mahasiswa." Jurnal Ekonomi
Bisnis14.2 (2009), hlm. 115.
[6] Berupa kepercayaan kepada Tuhan,
atau apapun yang diekspresikan individu sebagai sosok transenden.
[7] Agneta Schreurs, “Spiritual
Relationship as an Analytical Instrument in Psychotheraphy with Religious
Patients”, dalam Journal of Philosophy,
Phychiatry, and Psychology – Vol. 13, no. 3, September 2006, hlm. 185.
[8] Abdul Jalil, Spiritual Enterpreneurship: Transformasi
Spiritualitas Kewirausahaan, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2013), hlm. 16.
[9] Abdul Jalil, Spiritual Enterpreneurship: Transformasi
Spiritualitas Kewirausahaan, ..., hlm. 29.
[10]
Abdillah F. Hasan, Miskin is Boring, (Yogyakarta: Mutiara
Media, 2013), hlm. 44.
[11] Tejo Nurseto.
"Pendidikan Berbasis Entrepreneur." Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia 8.2 (2010), hlm. 53.
[12] Rhenald Kasali, Self Driving: Menjadi Driver atau Passenger?,
..., hlm. 1.
[13] J. Winardi, Entrepreneur dan Entrepreneurship, Cet. III, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 3008), hlm. 106.
[14] J. David Hunger & Thomas L.
Wheelen, Manajemen Strategis,
(Yogyakarta: Andi, 2003), hlm. 1.
[15] Diambil dari kamus Besar Bahasa
Indonesia Offline 1. 5. 1.
[16] Suryana, Kewirausahaan, Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju Sukses Edisi
III, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hlm. 32.
[17] Barnawi & Mohammad Arifin, Schoolpreneurship: Membangkitkan Jiwa dan Sikap
Kewirausahaan Siswa, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 19.
[18] Barnawi & Mohammad Arifin, Schoolpreneurship: Membangkitkan Jiwa dan
Sikap Kewirausahaan Siswa, hlm. 20.
[19] Abdillah F. Hasan, Miskin is Boring, (Yogyakarta: Mutiara
Media, 2013), hlm. 23-24.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar