Ayo Sinau...!!!

Kamis, 20 April 2017

Makalah Kewirausahaan: Kunci Emas Entrepreneurship


KUNCI EMAS ENTREPRENEURSHIP

Oleh: Tomy Muhlisin Ahmad



I.         PENDAHULUAN
Hadis Nabi saw. menyebutkan “sembilan dari sepuluh pintu rezeki ada dalam perdagangan”, sudah jelas bahwa 1400 tahun yang lalu beliau sebagai seorang pengusaha yang sukses sudah membuktikan bahwa aktivitas wirausaha banyak menimbulkan keuntungan yang banyak dari pada kegiatan ekonomi yang lainnya. 
Namun mind set kebanyakan manusia hanya ingin hidup tanpa resiko dan menjadi passenger, hanya sekitar 2% dari mereka yang mau keluar dari sangkar emas mereka, menjadi seorang driver.[1] Tidak mudah memang menjadi seorang driver harus siap dan dalam kondisi terjaga.
Di dalam bukunya, Self Driving, Rhenald Kasali; Doktor lulusan University of Illinois di Urbana dan Champaign USA, menyebutkan mereka para pengusaha sekaligus orang kaya itu bekerja menggunakan tangan orang lain, sedangkan orang miskin bekerja menggunakan tangannya sendiri.[2] Tanpa disadari, fakta menunjukkan kecerdikkan seorang yang melakukan dunia kewirausahaan.
Tidak jarang, banyak pengusaha yang berhenti di tengah jalan atau gulung tikar, karena mind set-nya masih seperti passenger yang hanya mengalkulasi untung-rugi, takut akan kemiskinan, dan besar pendapatan yang akan diterima. Berfikir demikian membuat berhadapan dengan satu kali masalah akan jatuh ke lubang dan is dead!, tidak kritis lagi tapi langsung mati. Di sisi lain yang perlu diketahui menjadi seorang pengusaha adalah memberikan lapangan pekerjaan, kemanfaatan, menggaji bukan untuk digaji, tidak lain karena ada sikap dan sifat spiritualitas yang tertanam dalam jiwa seorang enterpreneur.
Mayoritas orang China (komunis) mereka terkenal di dunia karena ulet, gigih, dan kerja kerasnya. Tidak mengherankan jika ekonomi raksasa mereka sudah menggurita ke seluruh dunia, produk-produk mereka sudah membanjiri ke berbagai negara. Kesuksesan tersebut cukup beralasan, karena mereka berprinsip tidak mau menjadi seorang passenger, bangga menjadi seorang bos walaupun pendapatannya sangat kecil, daripada menjadi karyawan yang dibayar mahal.
Lebih jelasnya akan dibahas pada pembahasan selanjutnya, hal ini mengacu pada rumusan masalah, yaitu pengertian kewirausahaan, beberapa hal mengenai kunci emas seorang enterpreneur dalam menjalankan wirausahanya.

II.      PEMBAHASAN
A.     Pengertian Kewirausahaan
Dr. Basrowi dalam bukunya Kewirausahaan untuk Perguruan Tinggi, mengatakan kewirausahaan berasal dari kata wira yang berarti pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani, berwatak agung dan usaha berarti perbuatan amal, bekerja, berbuat sesuatu. Jadi, wirausaha adalah pejuang atau pahlawan yang berbuat sesuatu,[3] dalam mengambil tindakan dan resiko yang mengarah pada tindakan atau kegiatan ekonomi di masyarakat.
Lampiran Kepututusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusahan Kecil, mendefinisikan wirausaha adalah orang yang mempunyai semangat, sikap, perilaku dan kemampuan kewirausahaan; sedangkan kewirausahaan ialah semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi, dan produk baru dengan meningkatkan efisienssi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.[4]
Dikutip dari journal Siswoyo, dkk menyebutkan enterpreneurship adalah suatu proses kreativitas dan inovasi yang mempunyai resiko tinggi untuk menghasilkan nilai tambah bagi produk yang bermanfaat bagi masyarakat dan mendatangkan kemakmuran bagi wirausahawan. Kewirausahaan merupakan kemampuan melihat dan menilai peluang bisnis serta kemampuan mengoptimalkan sumber daya dan mengambil tindakan dan risiko dalam rangka menyukseskan bisnisnya. Berdasar definisi ini kewirausahaan itu dapat  dipelajari oleh setiap individu  yang mempunyai keinginan, dan tidak hanya didominasi individu yang berbakat saja.[5]
B.     Kunci Emas Entrepreneur
1.      Memiliki Spiritual dan Religiusitas Enterpreneurship
Dalam journalnya Agneta Schreurs, mendefinisikan spiritualitas sebagai hubungan personal sesorang terhadap sosok transenden[6]. Spiritual mencangkup inner life individu, idelisme, sikap, pemikiran, perasaan, dan pengharapannya kepada Yang Mutlak. Spiritualitas mencangkup bagaimana individu mengekspresikan hubungannya dengan sosok transenden tersebut dalam kehidupannya sehari-hari.[7] Kepercayaan akan adanya kekuatan yang besar di luar dirinya dan kesadaran manusia akan adanya relasi dengan Tuhan.
Dr. Abdul Jalil dalam bukunya Spiritual Enterpreneurship, mengatakan penelitian Patricia, Hendricks-Kate, dkk membuktikan bahwa spiritualitas memiliki andil besar terhadap kesuksesan bisnis seseorang.[8] Hal ini dibuktikan banyaknya masalah-masalah yang muncul dalam dunia wirausaha yang pada akhirnya bertemu dan sampai pada titik spiritualitas manakala berhadapan dengan kesulitan yang kompleksitas. Kemajuan ekonomi khususnya industri membawa efek samping yang sangat luar biasa, seperti mekanisasi, kecurangan, kerusakan alam, stress, ketimpangan, untung-rugi, dan lain sebagainya, sehingga menuntut manusia mengalami proses dehumanisasi. Di mana manusia membutuhkan asupan untuk jiwanya yaitu spiritualitas.
Spiritualitas tidak lagi terkungkung oleh aturan-aturan formal yang malah memberi peluang untuk berbuat curang, namun bermain dengan aturan-aturan moral, etika, dan kemanusiaan yang bermuara pada keadialan dan kejujuran.[9] Spiritual berhubungan erat dengan perasaan seseorang dengan Tuhan, atau apapun yang bersifat transenden. Berbeda dengan agama yang dicirikan dengan kepercayaan, praktik dan institusi.
Bagi pengusaha yang sukses pasti tidak terlepas religiusitas, mereka yang lepas dari agama pasti dalam hidupnya cenderung tidak stabil dan garing dalam menjalani hidup. Sekali saja menghadapi masalah maka akan cepat mudah down karena hatinya tidak pernah dikasih makan. Salah satu solusinya adalah do’a, sebagai motivasi diri untuk melakukan kegiatan usaha[10]. Sebagaimana firman Allah swt.
“Dan Tuhanmu berfirman, ‘berdo’alah kepada-Ku, niskaya akan Ku perkenankan kepadamu, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (berdo’a kepada-Ku) akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina’” (QS. Al-Mu’minun: 60)
Jadi, ayat di atas menerangkan bahwa do’a dan kesuksesan bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai seorang muslim yang memiliki peradaban yang lengkap, percaya terhadap do’a adalah suatu keharusan yang tidak dapat ditinggalkan. Karena pada dasarnya kesuksesan tidak lain karena campur tangan Tuhan.
Kemudian salah satu kunci sukses seorang pengusaha adalah sedekah. Dalam al-Qur’an al-Baqarah: 261:
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang ia kehendaki dan Allah Mahaluas (karunai-Nya) lagi Mahamengetahui.”
Sudah jelas bahwa bagi siapa saja yang ingin dilipatgandakan hartanya, kuncinya adalah sedekah.
2.      Menjadi Driver bukan Passanger
Tidak ada yang membantah Indonesia sebagai negara yang kaya raya akan sumber daya alam, tanahnya subur makmur gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo, tanahnya tanah surga, tongkat dilempar jadi tanaman, kolamnya kolam susu. Namun negara ini memiliki sekitar 40 juta rakyat miskin dan lebih dari 9 juta pengangguran.[11] Jadi pertanyaannya apa yang salah dengan Indonesia?, jawabannya yaitu sumber daya manusianya yang masih jauh dari kualitas. Hampir semua pendidikan di Indonesia menghasilkan sarjana-sarjana bermental karyawan, sehingga setelah mereka lulus dalam mind set-nya yaitu bagaimana caranya mencari pekerjaan atau sudah nyaman dengan tawaran pekerjaan setelah lulus, bukan malah bagaimana menciptakan lapangan pekerjaan.
Menjalani kehidupan sebagai seorang Driver berarti bertarung menghadapi tantangan dan perubahan[12] layaknya seorang sopir dalam hal ini pengusaha yang memiliki resiko sangat besar baik untuk dirinya sendiri maupun penumpangnya. Sebaliknya, untuk menjadi penumpang maka boleh mengantuk, tertidur, tidak perlu arah jalan, bahkan tidak perlu merawat kendaraannya.
Lebih penting lagi yaitu seorang driver juga harus memiliki strategi, diambil dari bukunya Prof. Winardi, Strickland mendefinisikan strategi yaitu terdiri dari tindakan-tindakan dan pendekatan-pendekan bisnis yang diterapkan oleh pihak manajemen guna mencapai kinerja keorganisasian yang ditetapkan sebelumnya.[13] Dikatakan oleh Michael Porter dalam buku Manajemen Strategis, bahwa alasan mengapa perusahaan-perusahaan berhasil atau gagal, mungkin ada pada pertanyaan utama dalam strategi.[14] Karena sebuah peruhaan akan bertahan tergantung pada strategi dan menajemen yang digunakan, baik itu pemasaran, produk, dan lain sebagainya.
3.      Memiliki Sifat Kreativitas dan Inovasi yang Tinggi
Kata kreatif secara sederhana berarti menciptkaan hal-hal yang baru, sedangkan inovasi ialah penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya baik berupa gagasan, metode, maupun alat.[15]
Menurut Dr. Suryana dalam bukunya berjudul Kewirausahaan Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju Sukses, menyebutkan kreativitas berarti hadirnya suatu gagasan baru. Sedangkan inovasi adalah penerapan secara praktis gagasan yang kreatif.[16] Adanya keterbukaan dalam pengalaman, melihat sesuatu dengan cara yang tidak biasa, dan keingintahuan yang tinggi.
Mempunyai cara pandang yang berbeda, seorang entrepreneur selalu memandang masalah, kesulitan, keadaan lingkungan sekitar, perubahan trend dan kejadian yang sedang dihadapinya saat ini, untuk memunculkan kreativitas guna menciptakan ide-ide bisnis dan konsep bisnis yang memiliki prospek cukup cerah. Selain itu segala kejadian yang ada di sekitarnya menjadi ide bagi mereka, selanjutnya dijadikan sebagai peluang usaha baru.
Seorang pengusaha dituntut memiliki daya kreativitas dan inovasi yang tinggi akibat kompetisi yang semakin keras. Kondisi seperti inilah yang mengharuskan pengusahawan mencari ide atau gagasan yang baru. Negara-negara maju mulai menyadari dengan kiblatnya perekonomian negara Barat menuju Asia harus lebih mengandalkan sumber daya manusia yang kreatif dan inovatif tinggi.[17] Contohnya seperti negara Tiongkok yang produk-produk murahnya membanjiri negara-negara lain, kemudian ada efisiensi negara Jepang sebagai negara paling inovatif di dunia.
Ekonomi kreatif adalah manifestasi dari semangat bertahan hidup melalui penciptaan iklim ekonomi yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan dan tak terbatas. Sumber daya yang dimaksud ialah ide, talenta, dan kreativitas.[18] Fenomena kehidupan sehari-hari, misalnya saja harga singkong yang dijual dari petani per kilonya Rp 500; jika singkong ini dibuat tape, harganya meningkat menjadi Rp 5.000; jika dibuat menjadi gethuk goreng, harganya naik menjadi Rp 10.000; dan jika dibuat ceriping singkong, harganya naik menjadi Rp 20.000, di sisi lain kemasan, rasa, warna, dan sebagainya akan mempengaruhi harga jualnya. Perbedaan harga Rp 500 menjadi Rp 20.000 terletak pada kreativitas dan inovasi seorang pengusaha.
4.      Terus Belajar
Ada hadis Nabi saw. menyebutkan “Barangsiapa yang dua harinya (hari ini dan kemarin) sama maka ia telah merugi, ...” (HR. Al-Baihaqiy), manusia sifatnya dinamis, selalu mengalami perubahan bahkan alam pun demikian. Dari sabda Rasul saw. tersebut menerangkan bahwa bagi siapa saja melewati satu hari tanpa perubahan atau kemajuan berarti orang tersebut mengalami kerugian.
Terus belajar dari kegagalan usaha, bagi seorang pengusaha sejati, ia mengatakan failure is my best friend, semakin banyak kegagalan maka semakin habis kuota gagalnya dan semakin dekat dengan kesuksesan yang siap diraih, tidak lain seperti piramida yang di bawahnya adalah kegagalan, semakin ke atas semakin sedikit kegagalannya dan pada ujungnya adalah kesuksesan.
Sifat yang harus dimiliki seorang entrepreneur salah satunya adalah pantang menyerah. Jika menemukan jalan buntu, maka tidak akan diam begitu saja. Yang perlu dilakukan adalah mengambil jalan lain, karena ada pepatah; banyak jalan menuju Roma, ada satu kesulitan terdapat dua kemudahan.
Tidak jatuh pada lubang yang sama, karena experience is the best teacher, semakin banyak menemukan hambatan maka semakin banyak belajar, karena seorang yang terjun di bidang wirausaha tidak hanya modal nekad saja, tetapi harus ditunjang dengan ilmu dan skill yang memadai. Orang yang tidak mau belajar atau menuntut ilmu, pikirannya sempit dan cenderung tidak ada inisiatif. Lebih bersifat pragmatis dan instan untuk mencapai keinginannya[19] untuk sukses bahkan tidak berkembang sama sekali. Kemudian penyakit malas akan timbul pada dirinya. Akibatnya berhenti di tengah jalan, menjadi pengganguran dan menyusahkan orang lain.
5.      Memiliki Mimpi Besar
Seorang entrepreneur selalu memiliki mimpi besar, mereka mulai menjalankan bisnisnya karena adanya motivasi untuk mencapai mimpi besar mereka. Mimpi yang mereka miliki, menjadi tujuan dari semua usaha yang dilakukannya. Sehingga dalam mengambil keputusan, seorang entrepreneur akan menyesuaikannya dengan mimpi yang dimilikinya. Jadi segala peluang usaha yang dijalankannya akan lebih terarah, dan berhasil mencapai kesuksesan. Mimpi seorang entrepreneur bukan sekedar menjadi seorang pegawai, namun ia memiliki cita-cita besar untuk menciptakan lapangan kerja baru yang dapat memberdayakan masyarakat.
6.      Pandai Mengatasi Ketakutannya
Banyak orang yang masih takut untuk mengambil resiko, namun hal ini tidak berlaku bagi seorang entrepreneur. Mereka pandai dalam mengelola ketakutannya dan menumbuhkan keberanian untuk meninggalkan segala kenyamanan yang ada, serta memilih menghadapi sebuah resiko. Namun keberanian untuk menghadapi resiko tetap disertai dengan perhitungan yang matang. Sehingga seorang entrepreneur bukan hanya berani nekat saja, tetapi juga berani bertanggungjawab atas keputusan yang telah diperhitungkannya.
7.      Menyukai Tantangan
Banyak orang yang memilih untuk bertahan di zona nyaman, namun seorang entrepreneur tidak suka berlama-lama dengan kegiatan yang monoton. Dia lebih suka menggunakan kreativitasnya untuk menjadikan tantangan yang dihadapinya menjadi peluang bisnis yang menguntungkan. Bahkan banyak entrepreneur yang menganggap tantangan adalah peluang bagi mereka.
8.      Mempunyai Keyakinan yang Kuat
Ciri yang keenam ini yang sering dilupakan oleh orang lain. Entrepreneur memiliki keyakinan bahwa sebenarnya kegagalan itu tidak ada. Bagi mereka yang ada hanya rintangan besar, sangat besar dan rintangan kecil. Kegagalan hanya muncul pada orang yang tidak berusaha mencari jalan keluar dari masalahnya. Namun dengan menganggap bahwa semuanya hanya rintangan, entrepreneur selalu optimis bahwa semua rintangan bukan akhir dari segalanya dan pasti ada jalan keluar untuk menghancurkan rintangan tersebut.
9.      Selalu Mencari yang Terbaik
Selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik guna memberikan hasil yang terbaik pula bagi para konsumennya. Itu yang selalu ada dalam diri seorang entrepreneur, mereka cenderung perfectionist. Karena mereka memiliki tujuan untuk mencari cara yang terbaik agar konsumennya tidak merasa kecewa dengan pelayanan yang telah diberikannya.
10.  Disiplin Waktu
Kedisiplinan menjadi hal penting bagi seorang entrepreneur, bagi mereka waktu yang terbuang sama halnya melewatkan sebuah peluang besar untuk mendapatkan keuntungan. Maka benar adanya jika ada pepatah yang mengatakan “time is money” karena dengan membuang waktu sama halnya dengan melewatkan begitu saja peluang untuk mendapatkan penghasilan. Oleh sebab itu seorang entrepreneur selalu disiplin dalam segala hal, untuk mencapai target yang mereka tentukan.

III.  PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun dengan secermat-cermatnya. Penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak sekali kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dan kontruktif sangat diharapkan penulis demi kesempurnaan karya ilmiah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat dijadikan sumber referensi dan bermanfaat bagi pembaca yang budiman, Aamiin.





DAFTAR PUSTAKA

Agneta Schreurs, “Spiritual Relationship as an Analytical Instrument in Psychotheraphy with
Religious Patients”, dalam Journal of Philosophy, Phychiatry, and Psychology – Vol. 13, no. 3, September 2006.

Barnawi & Mohammad Arifin. 2012. Schoolpreneurship: Membangkitkan Jiwa dan Sikap
Kewirausahaan Siswa. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Basrowi. 2014. Kewirausahaan untuk Perguruan Tinggi. Bogor: Ghalia Indonesia.
J. David Hunger & Thomas L. Wheelen. 2003. Manajemen Strategis. Yogyakarta: Andi.
Jalil, Abdul. 2013. Spiritual Enterpreneurship: Transformasi Spiritualitas Kewirausahaan.
Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.
Hasan, Abdillah F. 2013. Miskin is Boring. Yogyakarta: Mutiara Media.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline 1. 5. 1.
Kasali, Rhenald. 2014. Self Driving: Menjadi Driver atau Passenger?. Bandung: Mizan.
Siswoyo, Bambang Banu, and B. Bambang. "Pengembangan Jiwa Kewirausahaan di
Kalangan Dosen dan Mahasiswa." Jurnal Ekonomi Bisnis14.2 (2009).
Suryana. 2011. Kewirausahaan, Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju Sukses Edisi III.
Jakarta: Salemba Empat.
Tejo Nurseto. "Pendidikan Berbasis Entrepreneur." Jurnal Pendidikan Akuntansi
Indonesia 8.2 (2010).
Winardi, J. 2008. Entrepreneur dan Entrepreneurship. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.





[1] Rhenald Kasali, Self Driving: Menjadi Driver atau Passenger?, Cet. II, (Bandung: Mizan, 2014), hlm. 28.
[2] Rhenald Kasali, Self Driving: Menjadi Driver atau Passenger?, ..., hlm. 188.
[3] Basrowi, Kewirausahaan untuk Perguruan Tinggi, Cet. II, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014), hlm. 1.
[4] Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusahan Kecil Nomor 961/ KEP/ M/ XI/ 1995.
[5] Siswoyo, Bambang Banu, and B. Bambang. "Pengembangan Jiwa Kewirausahaan di Kalangan Dosen dan Mahasiswa." Jurnal Ekonomi Bisnis14.2 (2009), hlm. 115.
[6] Berupa kepercayaan kepada Tuhan, atau apapun yang diekspresikan individu sebagai sosok transenden.
[7] Agneta Schreurs, “Spiritual Relationship as an Analytical Instrument in Psychotheraphy with Religious Patients”, dalam Journal of Philosophy, Phychiatry, and Psychology – Vol. 13, no. 3, September 2006, hlm. 185.
[8] Abdul Jalil, Spiritual Enterpreneurship: Transformasi Spiritualitas Kewirausahaan, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2013), hlm. 16.
[9] Abdul Jalil, Spiritual Enterpreneurship: Transformasi Spiritualitas Kewirausahaan, ..., hlm. 29.
[10] Abdillah F. Hasan, Miskin is Boring, (Yogyakarta: Mutiara Media, 2013), hlm. 44.
[11] Tejo Nurseto. "Pendidikan Berbasis Entrepreneur." Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia 8.2 (2010), hlm. 53.
[12] Rhenald Kasali, Self Driving: Menjadi Driver atau Passenger?, ..., hlm. 1.
[13] J. Winardi, Entrepreneur dan Entrepreneurship, Cet. III, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 3008), hlm. 106.
[14] J. David Hunger & Thomas L. Wheelen, Manajemen Strategis, (Yogyakarta: Andi, 2003), hlm. 1.
[15] Diambil dari kamus Besar Bahasa Indonesia Offline 1. 5. 1.
[16] Suryana, Kewirausahaan, Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju Sukses Edisi III, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hlm. 32.
[17] Barnawi & Mohammad Arifin, Schoolpreneurship: Membangkitkan Jiwa dan Sikap Kewirausahaan Siswa, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 19.
[18] Barnawi & Mohammad Arifin, Schoolpreneurship: Membangkitkan Jiwa dan Sikap Kewirausahaan Siswa, hlm. 20.
[19] Abdillah F. Hasan, Miskin is Boring, (Yogyakarta: Mutiara Media, 2013), hlm. 23-24.

Tidak ada komentar: